"Amak masak sambal ayam cabe hijau. Makanlah!"
"Belum lapar, Mak!"
Tak lagi bersuara. Wajah Amak lenyap bersama bunyi langkah kaki yang perlahan menjauh dari pintu kamar.
Tak lama, jejak langkah kembali mendekat ke pintu. Amak masuk ke kamar, tangannya membawa segelas kopi. Meletakkannya di atas meja, berbalik badan dan segera duduk di ranjang. Di sisiku.
"Sampai kapan?"
Sunyi yang tadi sejenak beranjak pergi. Telah kembali menguasai. Kurasakan Amak menatapku. Telapak tangannya, perlahan menyentuh kakiku. Kukira, tak perlu bicara. Kesunyian adalah satu-satunya cara menjelaskan tanpa rasa sakit.
"Tak mau bicara?"
Wajah Amak sesaat berpaling. Perlahan tubuh tua itu kembali bergerak menuju pintu kamar. Tiba-tiba langkah itu terhenti. Tanpa melihat, kudengar kalimat lirih dan bergetar.
"Kalau kau masih sayang pada Amak, makanlah! Walau hanya sedikit!"
***
"Aku ke sana, Bang!"