Satu pekan kebijakan "Belajar di Rumah" dan "Bekerja di Rumah" telah dijalankan. Sebagai orang awam, tak ada yang bisa dilakukan terhadap pandemic coronavirus, kan? Kecuali berusaha mematuhi himbauan tersebut.
Kenapa patuh? Setidaknya tidak menambah beban bagi keluarga terdekat, orang-orang di sekitar lingkungan, tenaga kesehatan dan semua orang yang berjuang agar ketidakpastian ini, kembali seperti semula, tah?
Situasi yang tidak biasa ini, juga melahirkan berbagai sikap perilaku yang tak biasa juga. Malah ada yang gagap dan merasa bingung tak tahu apa yang harus dilakukan, ketika musti liburan namun tak bisa dinikmati sebagai liburan.
Merasa "Gagap" dengan perubahan Interaksi di Rumah
Sejak pagi, anak-anak jenuh bertarung dengan berbagai buku pelajaran, ketika biasanya hal itu dilakukan saat berseragam sekolah. Namun bingung untuk menikmati rasa lelah usai mengerjakan tugas-tugas dari guru, karena tak bisa bebas keluar rumah.
Begitu juga dengan orangtua. Tak hanya sibuk menyelesaikan pekerjaan rutin di rumah, atau melaksanakan tugas jarak jauh dari tempat kerja. Namun keadaan jadi bertambah riuh, saat anak berseliweran, bertanya ini dan itu atau berlarian di dalam rumah.
"Gagap interaksi sosial" di dalam rumah itu pun berlanjut ke luar rumah. Ada rasa enggan dan khawatir keluar rumah.
Jika pada dua atau tiga hari pertama, mungkin saja setiap orang menikmati "liburan ini". Seiring berjalan waktu, pelan-pelan muncul kebosanan dengan kegiatan dan rutinitas yang itu-itu saja.
Bosan menyaksikan layar televisi menyajikan hal yang sama dan berulang. Bosan menyentuh beragam gawai, karena juga menemukan isu dan topik pembicaraan yang sama. Kemungkinan besar semua anggota keluarga juga merasakan hal demikian. Iya, kan?
Hayuk Menciptakan TEAM di Rumah
Dalam keadaan biasa dan normal. Durasi pertemuan yang dialami dalam keluarga, pagi ayah musti berangkat kerja. Ibu jika bekerja, sejak dinihari sudah sibuk mnyediakan keperluan keluarga. Anak-anak akan bertemu orangtua saat pagi dan sore atau malam hari.