Ketika memutuskan menikah, setiap pasangan butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan pasangan. Baik cara memandang hidup, adaptasi kebiasaan yang berbeda, maupun perilaku dan status sosial.
Kebahagiaan merupakan hal utama yang menjadi tujuan pernikahan bagi setiap orang. Namun, untuk meraih itu, bukanlah hal mudah. Sehingga butuh "perjuangan ekstra" menyelami peran sebagai suami atau sebagai istri pada tahun-tahun awal pernikahan..
Belum tuntas memahami peran sebagai suami atau istri, anggaplah dalam usia 1 -- tahun usai pernikahan, keduanya dikarunia anak. Tetiba mereka musti berperan menjadi Ayah atau ibu. Maka tugas mereka bertambah lagi menjadi orangtua. Iya, kan?
Di Indonesia, sependektahuku belum ada pendidikan formal orangtua, kan? Kekosongan itu kemudian diisi dengan berbagi pengalaman, mencari panduan atau artikel pengasuhan bagi orangtua atau mengikuti berbagai seminar parenting.
Narasumbernya bisa orangtua sendiri, teman pergaulan atau di tempat kerja, ragam media cetak dan elektronik, para praktisi, dokter dan ahli psikologi anak hingga tokoh publik dijadikan sumber inspirasi.
"Kenapa aku jadi takut, Bang!"
"Menjadi orangtua memang tak mudah, ya?"
"Kebanyakan teori, malah jadi bingung, Bang!"
Itu beberapa ungkapan bulan-bulan pertama, WAG Parenting-ku yang khusus beranggotakan para ayah, dua tahun lalu. Dengan beragam profesi, tingkat pendidikan, tempat tinggal yang berbeda pulau dan tentu saja berbeda budaya.
Perlahan seiring perjalanan waktu, ungkapan itu menjadi berkurang. Bahan diskusi para ayah di grup bergeser, dari teori-teori parenting menjadi refleksi diri. Melalui proses mencoba, menemukan kesalahan dan berusaha memperbaiki dengan saling berbagi cerita menjadi kunci.
4 Hal yang Bisa Dilakukan Ayah