Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Mungkinkah Ketidaksiapan Mental, Pemicu Aksi Kekerasan di Sekolah?

Diperbarui: 17 Februari 2020   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by pixabay.com

Umumnya, masalah pendidikan yang sering dibahas para pakar, antara lain: kebijakan pusat yang susah dieksekusi di daerah, minimnya pemerataan sarana dan prasarana sekolah, kesenjangan kesetaraan mutu dan kualitas guru, anggaran serta kesejahteraan.

Berkali dan lagi. Beberapa hari terakhir ini, berseliweran di linimasa media sosialku, berita kekerasan di dunia pendidikan. Itu terjadi pada semua jenjang pendidikan mulai SD, SMP hingga SMA.

Mengkhawatirkan? Pasti! Maraknya kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan, mulai kekerasan verbal (perundungan), kekerasan fisik, dan kekerasan seksual bahkan merenggut nyawa. Pelakunya juga melibatkan anak didik, guru dan orangtua siswa.

Illustrated by pixabay.com

Sekilas Pengalaman dan Alasan Kekerasan versi Grup Parenting-ku.

Ada beberapa grup WA-ku yang membahas isu ini, yang paling seru tentu saja di grup parenting. Pro kontra terjadi. Dan, bingung juga mau berkomentar atau ajukan jari telunjuk. Karena semua tak ikuti detail dan kronologis peristiwanya.

Jadi, dari pada membahas masalah langit yang tak mungkin terlibat langsung, kuajak teman-teman berbagi cerita atau kisah kekerasan yang pernah dialami dulu saat bersekolah. Tentu saja, ada yang musti memulai, kan?

Aku ceritakan, kalau dulu pernah dipukul dengan mistar kayu hingga patah, dicubit dan ditampar. Dihukum lari keliling lapangan puluhan kali, diminta membersihkan WC kemudian diakhiri ceramah (nasehat) guru dan ancaman akan dipanggil orangtua.

Ternyata, reaksi sebagian besar temanku sama! Malah ditimpali dengan jenis hukuman yang "rada aneh". Membaca UUD 45 dengan suara keras di tengah lapangan basket, atau hormat ke tiang bendera selama dua jam pelajaran.

Kapok? Bisa iya, bisa tidak! Karena itu diceritakan dengan emoji tertawa. Mengadu ke orangtua? Semua menjawab tidak! Sepakat "menyembunyikan", walau ada yang ketahuan orangtua karena diceritakan teman sekelas atau guru itu sendiri.

Alasan menyembunyikan? Tak ingin membuat malu orangtua. Jika orangtua dipanggil karena kenakalan di sekolah adalah "aib". Bukan hanya bagi keluarga, namun juga bakal di-bully teman. Dicap sebagai anak manja atau cengeng! Hidup itu keras, teman! Hiks...

Kemudian pindah pada pertanyaan, apa kira-kira alasan melakukan kekerasan di sekolah? Sambil menilik dan menyigi kemungkinan alasan-alasan melakukan kekerasan tersebut. Maka pengalaman pribadi atau asumsi mengalir sebagai jawaban. Aku sarikan saja, ya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline