Tahukah kamu kalau undang-mengundang pernikahan itu menjadi yang paling memusingkan?
Kalimat panjang berjumlah sebelas kata ini, kubaca dari notifikasi Kompasiana tentang topik pilihan Prahara Undangan Pernikahan. Aih, ingin rasanya menjawab, "Iyaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!" (Dengan sebelas huruf "a" dan sebelas tanda seru) Rasakan! Hihi...
Beberapa tahun lalu, aku sempat menghadiri pernikahan teman seperjuangan di Ibukota Negara. Tentu jauh jaraknya dari kampungku di Curup-Bengkulu, kan? Jika naik pesawat hanya 45 Menit. Tapi kalau via darat menggunakan Travel atau Bus, butuh belasan jam.
Nah. Aku melalui jalur yang kedua. Butuh satu minggu persiapan untuk menghadiri undangan itu. Mulai dari anggaran dana, mengurus izin di tempat kerja, hingga perbekalan pribadi. Tentu saja buah tangan, kan?
Agar semua berjalan lancar, jauh hari telah kususun rencana. Tiba di Jakarta satu hari sebelum hajatan. Menginap ke rumah teman yang lain, paginya baru berangkat ke sebuah gedung pertemuan, sebagai lokasi hajatan.
Dengan berpakaian rapi secukupnya, jam sembilan pagi, aku dan temanku berangkat. Tiba pukul sebelas di gedung pertemuan. Acara tepat waktu, setengah jam kemudian acara akad nikah. Langsung gelaran acara resepsi atau jamuan makan.
Karena datang dari jauh. Tentu saja aku merasa sebagai undangan istimewa. Dan, sebagai teman dekat, aku mesti "mengalah" dengan tamu undangan yang tak henti antri untuk bertukar salam. Sambil menikmati live music, aku dengan sabar menunggu sedikit sepi. Jelang pukul dua, aku dibisikin teman.
"Hayuk pulang!"
"Santai aja. Kita ngobrol dulu dengan pengantin!"
"Tuh, lihat orang-orang katering udah beberes! Jam dua gedung ini di booking acara lain!"