Selalu ada dialektika, ketika memperingati suatu momentum! Ada yang mengajak bahkan menganjurkan. Namun tak sedikit juga yang melarang. Kukira, tergantung pada pemahaman, kepentingan dan keinginan orang yang melakukan itu, tah?
Sepuluh hari ke depan. Setidaknya akan ada tiga momentum yang saling berdekatan. Tanggal 22 Desember jamaknya diperingati sebagai Hari Ibu, tanggal 25 Desember sebagai Perayaan Hari Natal, dan 1 Januari 2020 sebagai momen pergantian Tahun Baru.
Sebagaimana perayaan lainnya. Ketiga momentum itu akan tetap diwarnai dengan sikap dan tanggapan yang beragam. Dengan luas tak terbatas jangkauan media sosial sekarang, dan aneka ragam hayati yang betah dan bertahan di dalamnya. Dialektika itu akan selalu ada. Pro-kontra akan selalu tercipta. Lagi dan lagi...
Jadi, masalahnya apa? Begini, Aku malah riweh dengan semakin banyaknya kata "Larangan!"
Kerap Hadir Kelirumologi Memaknai Larangan
Dalam KBBI V, Arti kata larangan itu adalah perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. artinya, larangan = perintah. Dan dimaknai, bahwa larangan adalah perintah untuk tidak melakukan sesuatu.
Idealnya, yang namanya perintah, itu berasal dari posisi yang lebih tinggi derajatnya dari yang diperintah. Bersifat mengatur atau memaksa, dan memiliki sanksi dari akibat melanggar larangan itu.
Namun, fenomena sekarang, larangan malah bermunculan dari beragam sumber. Tak lagi menyigi tentang hal itu sederajat atau lebih rendah, menjadikan gagal paham apakah bersifat himbauan atau anjuran. Pun, tak dijelaskan akibat atau sanksinya. Sing penting, melarang aja!
Beberapa hari lalu, aku membaca sebuah meme yang diposting seorang teman di media sosial. Meme itu adalah gambar sebuah papan peringatan yang memuat dua larangan di suatu pantai. Aku tulis saja, ya?
1. Dilarang Memakai Bikini.
2. Dilarang Mesum, Mabuk dan Narkoba.