Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Puisi | Merajah Dinding Waktu

Diperbarui: 17 Desember 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by pixabay.com

Tak lagi ada riuh debur ombak yang terpahat erat di sudut hari. Hanya semilir angin samudra yang resah menapaki bibir pantai paling sepi. Serasa enggan membujuk bulir-bulir pasir, menghapus jejak hati yang telah lama terukir. Namamu.

Masih terngiang gemuruh rajukmu hari itu, menyisakan jeruji nyeri di ruang pilu. Tak berhenti, ketika sepoi angin kembali mengajak sunyi menemani. Kau tak pernah menyimpan benci, pun tak ingin aku menjadi saksi. Airmatamu.

Bayangan langit tenggelam di tubir senja, menutup tabir pertengkaran serpihan alam. Membiarkan prosesi suci tak bergema, memadu gradasi warna di antara repihan malam.

Aku mengingat lekat siluet punggungmu yang perlahan menjauh pergi. Tak pernah berpaling lagi.

Meninggalkan aku, dan bisikan dulu yang merajah dinding waktu.

Lupakan aku!

Curup, 17.12.2019
zaldychan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline