"Maafkan aku, Mas!"
"Untuk apa?"
Hingga saat ini, aku masih belajar mengenalmu. Dan mesti merelakan pertanyaanku, tersimpan di dinding ruang tamu yang membisu. Bagimu, itu bukanlah pilihan keliru.
Nyaris, kali ketiga pergantian tahun. Aku masih saja tersesat menjejaki langkah kata atau cara, untuk menelusuri belantara rasa, hati dan sikapmu. Bagiku, kau adalah peta perjalanan paling rahasia.
***
"Hujan, Mas!"
"Iya. Udah tahu!"
Senja itu, tawamu mengisi sepi di beranda rumahmu. Menyisakan dua garis di kelopak matamu, dan aku yang berdiri dengan baju setengah kuyup di hadapmu.
Akupun hafal jika kondisi begitu. Kau akan memintaku segera masuk dan menunggu di ruang tamu. Sesaat, kau akan meninggalkanku. Mengambil handuk kecilmu dan secangkir kopi hangat untukku.
"Nopember yang jahat, Mas!"
"Kok jahat?"