Bertahun lalui masa berdua. Tak terbiasa, kau ungkap rasa. Jikapun ada. Itu kubaca dari goresanmu. Menggali romansa. Menyigi kepingan asa.
Perlahan disusun bak perahu. Agar kukuh dan tak rapuh. Diterjang riuh beliung. Dihujam tajam karang. Atau terlena belaian angin sepoi. Menunggu perahu berlabuh.
Aku belum tahu. Sebab sikapmu malam itu. Kau menatapku. Heningmu tak bergeming. Kukira benakmu. Berkecamuk amuk.
"Mas..."
"Hah?"
"Ayah dan Mamak..."
Tak lagi bersuara. Kembali kau ciptakan hening. Kutunggu lanjut ujarmu. Tapi sia-sia. Kau isi sunyi dengan cara yang kau fahami. Tak lagi mampu sembunyi. Di bias cahaya lampu beranda.
Diam dan airmata. Dua kata selaksa makna. Adalah serangan sekaligus cara bertahan milikmu. Tak kuhitung berkali waktu. Tak mampu kuusik. Dua kata itu, bersatu pada raga dan rasamu. Akan hadir. Jika anganmu sibuk urai inginmu.
Sejak sabtu. Tak ada tangismu. Hingga kau paksa aku. Malam itu. kusaksikan beningmu. Kuikuti alur rasamu.
"Nik rindu?"
"Hah?"