segumpal rasa tertinggal di tepian hari, tergeletak beku di lintasan akhir matahari. menanti cahaya ribuan kepak sayap kunang-kunang yang menghampiri. saat itu, seluruh jemari bertaut kaku, mengiringi getar bibirku mengeja namamu.
sepenggal kisah tertuang di tirai senja, mengenang banyak nama Titi Nginung, Said Saat juga Lani Biki, yang merantai aksara-aksara menjadi karya abadi. mengulang kembali, usangnya ceritamu tentang jeruji besi.
selintas ingatan berhamburan di kepala. di kala Kawinnya Juminten menjadi Pacar Ketinggalan Kereta, ketika Serangan Fajar suguhkan prasasti, di saat Pengkhianatan G30S/PKI tak lagi dinanti, pun tentang kisah Senopati Pamungkas yang tersimpan rapi di pustaka sunyi.
untaian diksi kutuliskan pada larik-larik puisi. seuntai doa kubisikkan di relung hati. kau pergi penuhi janji, ketika aku sibuk memilah pengganti. tugasmu selesai saat aku baru memulai.
kau pergi, karyamu abadi
Curup, 19.07.2019
zaldychan
RIP Mas Wendo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H