Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Jadikan Puasa "Perisai Diri" dari Amarah untuk Raih Kemenangan Ramadan

Diperbarui: 27 Mei 2019   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by. pixabay.com

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: "Orang yang kuat bukanlah ia yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)."

Berpuasa, tak hanya menahan haus dan lapar. Tapi juga menahan diri dari hal yang membatalkan atau mengurangi nilai ibadah puasa kita. Salah satunya menahan amarah.

Namun, menahan amarah tak semudah ucapan, ya? Karena sebagai makhluk sosial, kita hidup bersama dan bekelompok serta bersosialisasi dan berkomunikasi. Dan bertemu dengan orang yang memiliki watak dan karakter berbeda, kan?

Nah, dalam berinteraksi dan bersosialisasi itu, tak semuanya menyenangkan, tah? Akan ada hal-hal yang membuat hati kita panas, jengkel dan sebagainya. Tapi, bisa saja penyebab amarah itu bisa dari hal yang receh atau remeh temeh, bisa juga hal-hal yang sulit untuk ditahan.

Namun, Bisa saja penyebab amarah itu tak hanya orang lain, tapi malah kita sendiri yang tanpa sadar, menjadi sebab yang menyulut kemarahan orang lain. Terus, bagaimana agar amarah tak mengganggu ibadah puasa kita?


"Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ia dicela oleh seseorang atau diajak berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan 'Aku sedang puasa'. (H.R. al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).

Dalam hadits ini, konsep menahan amarah itu adalah menahan diri. Dengan menjadikan Puasa sebagai perisai membela diri. Selalu mengingatkan kepada diri sendiri atau mengingatkan pada orang lain, bahwa kita berpuasa. Ini adalah alarm yang musti dipegang. Untuk menjaga diri dan menjaga hati dari amarah.

Pilihan sikap lain adalah dengan menahan diri dari banyak bicara. Rasulullah pun menyatakan' " Barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir, bicaralah yang baik-baik, atau lebih baik diam"

Banyak keuntungan untuk tak banyak bicara. Setidaknya tak memancing atau menyinggung orang-orang di sekitar. Atau jikapun musti bicara, setidaknya dipikirkan dulu hal-hal yang mau dibicarakan. Ada idiom orang barat "silent is gold" (diam itu emas). Atau ujar-ujar di Minangkabau, "banyak kecek, banyak sasek" (banyak bicara, banyak tersesat atau salah).

Yang paling aman, sebenarnya bisa juga pakai jurus "menghindar". Sedapat mungkin kita menjauh dari kondisi atau situasi yang menyulut amarah. Makna "menjauh" tak musti mengisolasi diri dari pergaulan selama ramadan. Susah dan aneh aja, ya? Misal, saat istirahat kantor, biasanya ngumpul dan ngobrol ngalur ngidul yang terkadang ada "bumbu-bumbu" yang menyulut emosi. Kabur aja, dari jamaah ngobrol itu ganti suasana lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline