aku terharu, tapi tak meraung. lenggang kangkung, kau pandangi puting beliung sebagai titisan bunga bakung. mengapungkan kangkung di atas panggung, anggun kau membujuk punggung sri panggung. juga aku, merasa agung.
tak usah jauh memikirkan rembulan. biar aku saja! jejaki kakimu di bumi. sampah saja, bernilai tinggi!
aku termanggu menelan bisik bisingmu. terkesima halus lembut elusan senyummu. pun, ketika sisa hujan miliki sertifikat balik nama, berganti wajah usai operasi senyap. senyummu bertahan, memamah dialog tulisan-lisan:
banjir bah?
itu, selokan!
sampah bah?
itu, kelakuan!
tanah bah?
itu, di luar kemampuan!
nyawa bah?
itu, suratan!
derita bah?
itu, pilihan!
putus asa bah?
lakukan pendampingan!
bah...bah...bah?
tak ada pertanyaan lain? bah!
kujentik tombol matahari. agar segera padam. biar bersembunyi di lemari kelam. kuraih jemari bulan agar segera menghela malam. biar mimpi hentikan tangis ibu pertiwi.
haha! silahkan kalau bisa! memangnya, kau siapa?
aku bah!
Curup, 03.02.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H