Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Jangan Panggil Aku Kades, Bik!

Diperbarui: 30 Januari 2019   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi foto by: pixabay.com

Pagi ini, baru pukul setengah tujuh. Pelayat sudah berkerumun memenuhi ruang tamu. Bergantian membuka dan menutup selendang transparan. Menatap wajah Kades Gerot dengan mata terpejam. Silih berganti jiran tetangga dan orang-orang yang mengenalnya. datang, berdoa dan pergi. semua sepakat, menjumpai Kades Gerot untuk terakhir kali.

Dan, bergantian pula. Terburu dan diam-diam, tangan para pelayat menyelipkan amplop ke tangan Bik Rat. Tapi banyak juga yang menaruh langsung amplop atau uang duka ke dalam baskom plastik warna hijau. Dasar baskom di alasi satu atau dua canting beras. di tutupi selendang warna hitam. Itu tradisi turun temurun. Entah sejak kapan.

Kukira, takkan ada warga desa Lubuk Kembangyang tak kenal Kades Gerot. Dari anak-anak, remaja, pemuda atau orang tertua di desa. Kades tanpa hitungan periode karena Pak Gerot adalah pemimpin warga saat membuka belantara menjadi desa. Tetua yang dihormati bahkan legenda yang disegani. Tak hanya warga Desa Lubuk Kembang. Juga desa-desa tetangga. Hingga berakhir saat Kades Gerot tak lagi mau dipilih, dengan alasan usia.

Sudah sepuluh tahun, bergantian tiga orang menjabat kades desa Lubuk Kembang. Harus rela tak pernah dipanggil Pak Kades. Masyarakat Desa tetap menganggap panggilan Pak Kades hanya layak untuk Gerot. Termasuk aku.

"Bang, dimana ambil papan? Butuh dua keping!"
"Kopi dan rokok untuk tukang gali kubur, Bang?"
"Bang, kursi cuma ada tiga puluh! Masih butuh... "
"Sekarang musim hujan. Terpal milik desa..."

Semua pertanyaan dan aduan dari orang-orang itu, bermuara pada satu jawaban.

"Ambil di rumahku!"

Bik Rat, Istri Kades Gerot. Tak henti menyeka air mata duka. Pun silih berganti menerima pelukan serta mendengar bisikan pelan untuk menguatkan hati Bik Rat. Saputangan biru dan ujung selendang  warna ungu, sudah basah dengan air mata.

"Bang, Jam berapa Kades Gerot dikuburkan?"
"Segera saja. Tak ada yang di tunggu, kan?"
"Tapi..."
"Sebaiknya, disegerakan!"
"Di rumah ini, tak ada... "
"Bilang pada suamimu. Sebentar lagi, jenazah Kades Gerot dimandikan!"

Kades Gerot dan Bik Rat. Hanya miliki satu Anak laki-laki. Sudah mati, di malam idul fitri. empat tahun lalu. Terjatuh dan terlindas mobil arakan pawai takbiran menyambut lebaran.

Irah, perempuan empat puluh tahun yang berdiri dan berbisik pelan di depanku, adalah tetangga persis sebelahan dinding dengan Kades Gerot. Tak lagi bersuara, Irah segera berlalu dari hadapanku. Kukira mencari Amran. Suami sekaligus Imam Desa Lubuk Kembang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline