Lihat ke Halaman Asli

Puisi Pertamaku di Kompasiana

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menyisir malam
Meringkas hari terlewat dalam renungan
adakah makna telah terbuat ataukah kesia-siaan seperti kemarin
yang kembali menertawakanku

lalu kudengar angin berbisik
"Siapakah engkau yang begitu angkuh menepuk dada
dalam secuil energi tertumpah dan itu hanya untukmu...untukmu sendiri"

Anginpun melanjutkan Rintihnya
"Kau punya tapi selalu kau anggap tak ada... lalu kau berteriak kurang dan selalu kurang... sebenarnya kau dapatkan bagianmu tapi seakan kau tak mengerti padamu ada titipan"

Angin mulai semakin lantang
"Tidakkah pernah kau buka mata... melihat tangan2 mungil terjulur... badan-badan lusuh mengais bak sampah... dan kau...lagi-lagi kau merengek minta yang lebih"

Anginpun mulai mengeluarkan marahnya
"Kau pelit... kau tamak... pelit dan tamakmu membutaka matamu bahkan mata yang tak tersentuhku... mata batinmu buta... membuatmu mengiba dirimu...sehigga kau lebih miskin dari mereka"

Menyisir malam
Meringkas hari terlewat dalam renungan
Ternyata bukan hanya kesia-siaan yang menertawakanku... akupun menertawakan diriku sendiri... karena aku tak bisa melepas angkuhku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline