Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Uji UU Nasionalisasi

Diperbarui: 17 Mei 2018   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Uji materiil Undang-Undang Nomor 86 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (7/5). Agenda sidang tersebut adalah untuk mendengar keterangan Pemerintah. Akan tetapi, sidang ditunda karena Pemerintah belum siap memberikan keterangan.

Kabag Bantuan Hukum Kementerian Keuangan Didik Hariyanto yang mewakili Pemerintah menyatakan hal tersebut dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut.  "Kami telah menyampaikan surat kepada Yang Mulia tertanggal 2 Mei, yang intinya kami meminta agar keterangan Presiden yang semestinya hari ini harus dibacakan, kami minta untuk diberikan waktu beberapa minggu ke depan," jelasnya menanggapi permohonan Nomor 27/PUU-XVI/2018 tersebut.

Dalam sidang tersebut, dijadwalkan pula mendengar keterangan DPR, namun DPR pun berhalangan hadir karena berbenturan dengan jadwal reses. Sidang berikutnya diagendakan pada Senin 4 Juni 2018 pukul 10.00 WIB.

Sebelumnya Pengurus Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (Yayasan BPSMK-JB) mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi). Permohonan yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 27/PUU-XVI/2018 tersebut menguji Pasal 1 UU Nasionalisasi terkait nasionalisasi perusahan-perusahaan milik Belanda. 

Menurut Pemohon, Pasal 1 UU Nasionalisasi merugikan hak konstitusional Pemohon. Pemohon merupakan pemilik sah lahan atau aset milik Het Cristhelijk Lyceum (HCL) yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 93, Bandung. 

Akan tetapi, sejak 1991 hingga 2018, Pemohon menghadapi gugatan hukum dari Perkumpulan Lyceum Kristen yang mengklaim sebagai pemilik aset HCL yang telah dinasionalisasi oleh pemerintah. Padahal Kementerian Keuangan telah melepaskan penguasaan negara atas aset milik asing tanah tersebut kepada Yayasan BPSMK-JB pada 19 Desember 2003.

Akan tetapi, keberadaan Pasal 1 UU Nasionalisasi menyebabkan yayasan Pemohon kerap mengalami gugatan hukum. Keberadaan Pasal 1 UU Nasionalisasi tidak memberikan kepastian hukum atas aset bekas HCL yang telah dinasionalisasi dan pengusaannya beralih dari negara kepada Pemohon. Untuk itulah, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Frasa "Bebas" dalam ketentuan Pasal 1 UU Nasionalisasi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) bila tidak dimaknai; "Bebas dari segala tuntutan atau gugatan hukum". (ARS/LA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline