Lihat ke Halaman Asli

Teknologi Geothermal: Upaya Mutakhir Halau Kebakaran Hutan

Diperbarui: 18 Maret 2016   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pesawat Cessna 206H Stationair yang akan dibenamkan teknologi geothermal guna mendeteksi titik api (Foto: Istimewa)"][/caption]Jika dalam dunia medis terdapat adagium 'lebih baik mencegah daripada mengobati', maka dalam peristiwa kebakaran lahan dan hutan (karlahut) berlaku adagium 'lebih baik mendeteksi sejak dini daripada memadamkan api'.

Anak usaha grup Sinar Mas, Asia Pulp and Paper (APP) menyiapkan dana sebesar US$20 juta atau sekitar Rp261,2 miliar untuk mencegah sekaligus melakukan penanganan karlahut tahun 2016 ini.

Direktur Sinar Mas Forestry, Elim Sritaba menjelaskan dana tersebut dianggarkan untuk mendanai program Desa Makmur Peduli Api (DMPA), peningkatan kemampuan tim pemadam kebakaran, modernisasi peralatan pemadaman, sekaligus mengembangkan sistem pemadaman terintegrasi.

APP Sinar Mas menunjukkan keseriusannya dalam menangani karlahut --baik di dalam maupun di luar konsesinya-- dengan menyiapkan teknologi termutakhir yaitu teknologi geothermal. Teknologi geothermal ini merupakan yang pertama dipakai di Indonesia untuk mendeteksi titik api secara dini.

Teknologi geothermal sendiri telah teruji di Australia, Kanada, serta Afrika Selatan untuk menangkap perbedaan suhu di permukaan tanah. Teknologi ini mampu mendeteksi titik api di lahan gambut yang kerap tidak terlihat secara kasat mata.

Prinsip kerja geothermal adalah mendeteksi suhu di permukaan, di mana titik api akan terdeteksi jika pada area tertentu terdeteksi suhu panas yang berbeda (dalam tingkat ekstrem).

Targetnya tahun ini kami sudah siap menghadapi kemarau, dalam kondisi ekstrem sekalipun, seperti bencana El Nino tahun lalu,” kata Elim, Jumat (18/3).

Sementara itu, General Manager Fire Management APP Sinar Mas, Sujica Lusaka mengatakan ide menggunakan teknologi geothermal dengan menggandeng perusahaan asal Australia muncul setelah melihat kondisi tahun sebelumnya, di mana upaya melakukan pendeteksian api belum berlangsung optimal.

"Sebelumnya kami masih menggunakan data hotspot dari beberapa website yang kemudian kami overlay dengan peta lokasi." ujar Sujica.

Pemantauan melalui tower api pun dirasakan belum optimal, karena titik api kerap terlihat saat telah besar dan timbul asap. Dalam kondisi asap yang pekat, bahkan pemadaman dari udarapun sukar dilakukan dengan tepat akibat jarak pandang yang terbatas.

Rencananya, perangkat teknologi geothermal berupa kamera geothermal ini akan dibenamkan pada pesawat Cessna 206H Stationair dan bakal bermarkas di Jambi. Pertimbangannya adalah faktor geografis. Rute perjalanan harian untuk memantau wilayah Jambi – Riau – Jambi – Sumatera Selatan hanya akan memakan waktu sekitar 2 jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline