Lihat ke Halaman Asli

Fillm 3 Tetap Tayang Karena KOPFI

Diperbarui: 9 November 2015   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deskripsi: foto bersama setelah nobar pertama. Sumber: Indri (KOPFI)

 

Pada Hari Minggu tanggal 8 November ini, telah diadakan kembali nonton bareng film yang memukau tapi kurang populer, yaitu “3” Alif Lam Mim karya Anggy Umbara. Nonton bareng yang dilaksanakan di J-walk Babarsari itu mendapatkan respon positif dari banyak orang, terbukti dari penuhnya studio 6 saat itu dan bahkan masih menyisakan seratus lebih daftar nama dalam waiting list untuk nobar selanjutnya.

Walaupun telah ditarik dari penayangan bioskop-bioskop di Indonesia, kita dapat lagi menikmati film seru ini berkat usaha dan kerjasama dari teman-teman Komunitas Pencinta Film Islami, atau singkatnya KOPFI yang berada di Yogyakarta. Komunitas yang belum lama berdiri ini tanpa basa-basi langsung membuat acara yang langsung viral dan disukai oleh khalayak ramai.

“Sayang banget kalau film bagus kayak 3 ini hilang gitu aja” ujar Siti Nurlaila Indriani, salah satu anggota dari KOPFI ini.

Berlatar Jakarta tahun 2036, Indonesia telah menjadi negara liberal setelah 10 tahun revolusi besar-besaran melawan kelompok radikal islam. Kebebasan menjadi nilai yang paling tinggi di junjung. Aparat diharuskan menggunakan peluru karet dalam semua operasinya. Agama dianggap kuno dan penganutnya langsung dipandang sebagai kaum ekstrimis yang mengancam keamanan negara dan warganya.

Tiga tokoh utama di film ini bernama Alif (Cornelio Sunny), Herlam (Abimana Aryasatya), dan Mimbo (Agus Kuncoro). Tiga orang yang sama-sama berasal dari pesantren dan padepokan beladiri yang sama, lalu memilih jalan yang berbeda-beda setelah dewasa. Alif memilih untuk masuk ke detasemen khusus karena mencari pelaku pembunuhan orang tuanya, dengan kuat membela sistem negara yang ia yakini benar sebagai bagian dari aparat. Lam yang lalu menjadi seorang jurnalis tidak sepenuhnya percaya dengan bagaimana Indonesia berjalan.

Mim memutuskan untuk menjadi ustadz dan tetap tinggal di pesantren bersama warga muslim lainnya yang saat itu merupakan kaum minoritas. Konflik mulai meningkat ketika sebuah cafe yang baru saja dikunjungi oleh sekelompok orang berbaju gamis menjadi target pengeboman. Penelitian Lam lalu membawa Alif ke dalam perseteruan yang tak terelakkan dengan Mim.

Hanya dari melihat posternya saja sekilas kita diingatkan dengan film-film action laga Indonesia seperti “The Raid” dan “The Raid 2”. Namun sebenarnya film 3 ini lebih dari itu. Paduan action, drama, dan reliji menghasilkan film yang apik dan dengan kuat menusuk cara pandang “tidak peduli” dari banyak orang terhadap dunia dan spesifiknya, Indonesia.

Film dengan tema dystopia ini, dengan karakter dari tokoh yang begitu kuat dan cerita yang terkonsep apik, dengan sukses dapat memberikan penontonnya kesempatan untuk menaiki roller coaster emosi dengan penggambaran kritisnya terhadap kemungkinan masa depan mengerikan yang menunggu umat beragama di Indonesia. “Nggak sampai dua puluh tahun, 232 tempat ibadah ditransform menjadi gudang” salah satu kutipan dari tokoh Lam dalam film ini cukup menggambarkan betapa kuat pesan yang ingin disampaikan Anggy Umbara dalam karyanya yang satu ini.

Begitulah film 3 ini menginspirasikan sekelompok pemuda-pemudi untuk mendirikan KOPFI. Meskipun baru berdiri sebentar dan baru kegiatan pertama, tampaknya nobar ini menangkap banyak perhatian. Belum ada 2 bulan berdiri, KOPFI Yogyakarta sudah merambat dan memicu berdirinya KOPFI cabang Pekanbaru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline