Debat capres tahap ke 2 yang bertemakan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial, telah selesai dilaksanakan. Pada tema kali ini debat lebih berlangsung menarik dibanding pada debat sebelumnya. Kedua capres sama-sama mengsung gagasan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat (ya iyalah emang ada selain itu?) akan tetapi keduanya memiliki platform ekonomi yang bisa dikatakan sangat berbeda. Presiden nomor urut satu Prabowo subianto memaparkan tentang masalah utama yang dihadapi negara ini, yaitu soal kebocoran anggaran negara yang mencapai 1000T lebih. Mantan Danjen kopsasus ini lebih lanjut menjelaskan tentang pentingnya menasionalisasi aset-aset negara yang telah diambil oleh asing. Selain itu juga terkait dengan kedaulatan eneergi seperti pembangunan rel kereta api serta jalan raya.
Lain halnya dengan Joko Widodo yang mengusung tema ekonomi berdikari yang meprioritaskan pada sektor ekonomi yang bersifat makro seperti merevitalisasi pasar tradisional, pedangang kaki lima, dan sektor ekonomi kreatif. Gubernur Jakarta non aktif ini menjelaskan bahwa yang paling penting adalah membangun sebuah sistem sehingga pelaksaan ekonomi bisa berlangsung lebih efisien.
Bila penulis boleh simpulkan Prabowo lebih mempriortaskan pembangunan ekonomi yang bersifat makro untuk membangun sebuah negara sedang Jokowi menitik beratkan pada pembangunan ekonomi yang mikro yang sebenarnya harus diperhatikan secara lebih detail.Pada tulisan ini saya memfokuskan pada gagasan ekonomi Jokowi yang menurut saya harus dikritisi lebih lanjut. Karena gagasan jokowi bisa saja akan mengabaikan konsep desentralisasi yang telah berlangsung setelah otonomi daerah ditetapkan.
Tugas PokoK Pemerintah Pusat
Pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah bisa kita lihat pada undang-undang no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Dalm pasal 1 ayat 5 "Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerahotonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan". ayat ini dimaksudkan bahwa setiap pemerintahan daerah bisa melaksanakan kebijakan sesuai dengan kepentingan daerahnya masing-masing. Sedangkan tugas pokok pemerintah pusat di sebutkan dalam pasal 10 ayat 3 yaitu meliputi, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Hal inilah yang seharusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah kelak siapapun yang memimin.
Jokowi vs Otonomi Daerah
Pemamparan platform ekonomi Jokowi sebenarnya tidak bertentangan dan tak ada yang salah. akan tetapi jika hal ini terlalu diurus oleh pemerintah pusat maka akan berdampak pada kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Gagasan pembangunan pasar dan PKL misalnya, sebenrnya itu sifatnya bisa dilimpahkan kedaerah. yang diagendakan nasional. sehingga pemerintah pusat hanya membantu daerah semata. Tujuan desentralisasi salah satunya adalah mengurangi peran pemerintah pusat sehingga bisa berfokus pada urusan yang lebih makro.
Gagasan lebih luas memang sempat di singgung oleh Jokowi seperti Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, akan tetapi memang itu akan terlalu praktis bila kita kaitkan dengan agenda yang sebenarnya lebih penting terkait pendanaan negara. Sudah kita ketahui seksama jika pembangunan terus dilakukan tanpa ada modal dari kita sendiri maka apa yang terjadi? maka kita akan kembali mengalami devisit anggaran.
Agenda Prabowo subianto (jika kesampaian) tentang nasionalisasi aset maka akan lebih penting. Mengingat masalah yang selalu dihadapi oleh negara ini adalah sumber energi, devisit anggran sehingga subsidi BBM dicabut. Para demostran (khususnya mahasiswa yang lagi semangat-semngatnya) selalu saja menunut pemerintah membatalkan kontrak dengan asing.Kekayaan alam kita 70% lebih dikuasai asing bagaiman jika satu persatu kita ambil dan anak negeri ini yang mengelola.
Belajar Dari Orde Baru
Kita belajar kembali pada orde baru yang terus selalu membangun tanpa tahu siapa sebenarnya yang mendanai pembangunan tersbut. Mungkin negara aman dan sejahtera akan tetapi efek terhadap pembanguan dimasa yang akan datang akan terus tersendat mengingat beban hutang negara ditanggung oleh anak cucu kita kelak. Penulis menyadari sosok Jokowi dimata rakyat dirindukan mengingat sosok belau yang selalu dianggap pro rakyat kecil dengan kebijakanya yang memprioritaskan ekonomi mikro. Akan tetapi jika pembangunan ini dilandasi dengan hutang diluar negeri, lantas kapan Indonesia akan menjadi macan Asia?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H