Lihat ke Halaman Asli

Tangisan Minggu Pagi

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi ini saya baru saja membuka halamanku di Kompasiana .com, karena sejak beberapa hari kemarin saya belum sempat untuk membukanya, dikarenakan padatnya acara ibadahku di sebuah gereja tempat peribadatanku. Sangat menyayat hati dan ini sudah membuatku menangis lagi (walau saya sudah berjanji tak akan pernah menangis lagi, tapi kali ini terlanggar dengan sendirinya), karena seingatku aku menangis terakhirkalinya lima tahun lalu saat saya baru mendapatkan percobaan hidup yang sangat lengkap yaitu kesembuhanku dari penyakit dan diusirnya saya oleh kedua orang tuaku diusia 15 tahun, sekaligus hari kematianku bagi kedua orang tuaku. Tapi pagi ini saat saya membaca artikel terakhirku yang berjudul "Apakah Saya Masih di Ijinkan Mengucapkan Selamat Hari Ibu ?", saya mendapatkan 3 buah tanggapan dari 3 orang ibu yang sangat suci hatinya yaitu ibu LH, ibu G dan Ibu Inge, saya hanya bisa menangis sejadi-jadinya saat saya membaca ketiga tanggapan itu, dan dari ketiga tanggapan itu saya mulai meragukan pikiranku sendiri tentang sebuah ketakutanku selama ini perihal ibuku. Selama ini saya selalu menganggap bahwa ibuku sudah membuangku dan tidak menganggap saya sebagai anaknya lagi karena semua akibat dari keputusanku yang hingga kini sudah menjadi pilihan jalan hidupku dalam menerima Yesus Kristus menjadi Juru Selamat hidupku. Apakah benar Ibuku masih menyayangiku dan masih mengasihiku??? Apakah sikap Ibuku selama ini adalah sikap yang diambil  akibat pengaruh ayahku, karena seorang istri harus patuh pada suaminya??? Ya dua pertanyaan inilah yang sudah sedikit menggeser penilaianku terhadap sikap ibuku sendiri, dan dua pertanyaan ini hadir dibenakku akibat dari 3 tanggapan dari tulisanku itu yang sudah membuatku menagis pagi ini. Disamping ketiga tanggapan itu, saya juga membaca sebuah tulisan dari seorang ibu mengenai makna hari ibu, yang dituangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul "Ini Hari Kita, Anakku.." karya dari ibu Fitri Tasfiah, dalam tulisannya saya mendapat banyak makna dari rasa sayang dan kasihnya seorang ibu terhadap anaknya, mulai dari saat mengandungnya, melahirkannya hingga sakitnya. Saya mengaitkan dengan apa yang saya alami, karena ada persamaan kejadian dengan jalannya hidup saya ini, ya... saya dikandung oleh ibuku, dilahirkan oleh ibuku, dan juga mengalami sakit dan dirawat oleh ibuku saat dirumah sakit, namun bedanya, justru kesembuhanku dari penyakitku inilah awal percobaan hidupku... Seandainya saja ibuku mempunyai sikap seperti ibu Fitri Tasfiah terhadap anak tunggalnya, pastilah hidupku saat ini tidak seperti hari ini, apakah salah bila saya mempunyai harapan seperti ini??? Pada kesempatan ini saya ingin menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu LH, Ibu G, Ibu Inge dan Ibu Fitri Tasfiah yang sudah menghibur dan mengobati kedukaan dihati saya selama lima tahun terakhir ini, semoga semuanya ini boleh menjadi bagian dari semua rahasia Allah Bapa yang sudah mempunyai rencana indah buat kehidupanku. Buat Ibu LH, Ibu G, Ibu Inge dan Ibu Fitri Tasfiah, Allah Bapa selalu memberkati kalian semua, Amin. Salam hormat dan terima kasih dari seorang anak yang sudah dianggap mati. Muhammad Imam Zakky (seorang anak yang sedang mencari figur ibu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline