Tepat dua pekan yang lalu, 'Selasa, 24 Maret 2020' pemerintah mengumumkan dengan jelas bahwa UN tahun ini di hapus bagi Sekolah maupun Madrasah tingkat Dasar (SD/MI), Menengah Pertama (SMP/MTS), maupun tingkat Menegah Atas (SMA/MA).
Fadjroel Rachman, selaku Juru Bicara Presiden Jokowi menyebutkan bahwa penghapusan UN tahun ini disebabkan lantaran adanya wabah Covid-19 yang tengah melanda negara kita.
Sehingga, penentu kelulusan siswa diserahkan sepenuhnya pada guru. Nilai hasil belajar siswa mulai semester satu sampai semester lima menjadi penentu kelulusan siswa tersebut. Setujukah Anda dengan kebijakan ini?
"Dapatkah guru meniliai se-obyektif mungkin?"
"Dapatkah guru menilai dengan jujur dan adil?"
Mungkin pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang melintas dalam pikiran kita saat mendengar kebijakan 'UN dihapus' mulai ditetapkan. Adalah hal yang wajar saat pemikiran-pemikiran demikian muncul dalam benak kita.
Namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa penilaian guru harus berdasarkan kurikulum yang di terapkan. Jadi, guru tidak hanya menilai kompetensi kognitif (pengetahuan) siswa saja, tetapi juga kompetensi sikap dan psikomotorik siswa.
Dimana pada masing-masing kompetensi, terdapat berbagai bentuk penilaian yang berbeda-beda. Guru memiliki kuasa penuh atas penilaian peserta didiknya. Namun tanpa terlepas dari ketentuan-ketentuan penilaian berdasarkan kurikulum yang ada.
Sekian. Terima kasih. Semoga bermanfaat (
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H