Lihat ke Halaman Asli

Zakiyatul Aini

Mahasiswa IAIN Jember

Mahabbah antara Guru dan Murid

Diperbarui: 10 April 2020   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Buya Yahya dalam ceramahnya menyebutkan bahwa untuk mendapatkan ilmu yang bermanfa’at dan untuk bisa mengirim ilmu yang bermanfa’at, rumusnya ada 2 yaitu mahabbah (cinta) dan kasih sayang. Jadi antara guru dan murid tidak ada kebencian, tidak ada kedengkian. Kalau sudah ada kebencian, maka tidak ada kebaikan yang akan sampai. Imam Syafi’i berpesan :
عَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ كَمَا أَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِى الْمَسَاوِيَ
“Mata cinta akan menutup dari segala macam cela, sebagaimana mata benci akan melahirkan kejelekan”

Maka dari itu, baik pihak guru maupun pihak murid, hendaknya saling mencintai satu sama lain. Namun pada saat ini, banyak kita jumpai -baik guru maupun murid- yang menyimpang dari hal ini. Ada beberapa guru yang sering kali memarahi beberapa muridnya sebab mereka tidak mampu memahami dengan cepat apa yang telah disampaikannya. Tanpa guru itu sadari, sebenarnya dia sendiri-lah penyebab sang murid tidak mudah menangkap apa yang disampaikannya. Sebab, ia menyampaikan ilmu tidak dengan rasa cinta. Tak jarang juga kita temui guru yang pilih kasih terhadap muridnya. Guru-guru tersebut hanya fokus pada murid-murid yang pandai. Misalnya, pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, kebanyakan guru meminta pendapat atau jawaban dari murid-murid yang dirasanya sudah pandai. Sehingga murid-murid yang sebelumnya tidak begitu pandai lebih menyepelekan, misalnya dengan berpikir “Ah, tak usah belajar lah. Palingan nanti juga si A lagi yang di panggil”. Andaikan guru-guru tersebut memanggil murid yang tidak begitu pandai, kemungkinan besar pemikiran-pemikiran yang demikian tidak akan muncul, sehingga sebelum KBM dimulai mereka akan mencoba memahami ulang mengenai materi yang telah maupun yang akan dibahas. Sebab akan muncul rasa takut dan khawatir dimintai jawaban ataupun pendapat dari gurunya. Selain itu, banyak pula terjadi kasus pemberian tambahan jam pelajaran bagi murid-murid yang dirasa pandai. Padahal, saya rasa, yang semestinya diberi tambahan jam pelajaran adalah murid-murid yang tidak begitu menguasai apa yang telah disampaikan oleh sang guru. Memberikan tambahan jam pelajaran pada murid yang pandai boleh-boleh saja, asal tidak melupakan murid yang tidak begitu paham atas apa yang telah disampaikannya.

Tak hanya dari kalangan guru, dari kalangan murid pun juga banyak kasus serupa (tidak mencintai gurunya). Kebanyakan para murid menyimpan kesal pada gurunya sebab guru tersebut dianggap ‘menyebalkan’ oleh mereka. Entah itu menyebalkan karena guru tersebut sering memberi tugas tanpa memikirkan kondisi psikis muridnya, atau karena guru tersebut galak, pemarah atau bahkan karena murid tersebut mengetahui aib gurunya. Sehingga ia menyepelekan keilmuan gurunya. Padahal, hal-hal yang sering dianggap sepele inilah yang menghalangi ilmu tersebut sampai kepadanya.

Bagi para guru, marilah kita contoh Rasulullah SAW yang selama hidupnya, beliau menyampaikan/mendakwahkan Islam dengan penuh kasih sayang. Meski banyak yang membenci, menghina, bahkan melempari beliau dengan kotoran, beliau membalasnya dengan doa tulus dan kesabaran. Dan bagi para murid, marilah kita hormati dan hargai guru-guru kita. Sebab dari perantara mereka-lah kita menjadi sosok yang berkualitas, pandai, dari yang tidak tahu menjadi tahu. Teruntuk para murid, termasuk saya pribadi, ingatlah apa yang dikatakan oleh Abu Madyan Al Maghribi (salah satu Imam Sufi santri Syeh Abdul Qodir Al-Jailani) “Jika kamu masih melihat kekurangan dalam diri gurumu, berarti kamu belum bisa mengambil manfaat darinya”. Semoga Allah menutupi segala aib guru kita dari pandangan kita. Sehingga yang terlihat hanyalah kesempurnaan guru-guru kita. Allahumma Aamiin.


Terima kasih. Semoga bermanfaat 😊

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline