Lihat ke Halaman Asli

Maafkan Aku (Bukan) Penggemar Kopi

Diperbarui: 9 Maret 2017   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Hidup itu seperti kopi, kamu perlu menambahkan gula agar terasa sedikit manis”, ceileh….. alih-alih celotehan pencinta kopi mendadak menjelma bak pujangga di siang bolong, ~nyinyir ku dalam hati. Tak mengerti mengapa kopi kerap menjadi musuhku, sama sekali tak terbesit dalam hatiku untuk melirik kopi ~ahhay. Entah mungkin karena pengaruh pandangan orang tua zaman dahulu, konservatif, tapi ada benarnya. Aku yang dulu berumur 5 tahun memang acapkali ingin mencoba, ingin tahu dan penasaran dengan apa yang aku lihat disekitarku, salah satunya adalah kopi. Minuman berwarna hitam beraroma khas ini menjadi minuman wajib kedua abahku setelah teh. Dari sinilah rasa penasaranku mulai menggebu, tidak lain karena jika ingin mencicipi teh ketika abahku ‘tea time’ lidah ku pun akan ikut serta menikmati sehirup atau dua hirup dari secangkir teh milik abah. Namun ketika ‘coffee time’ dengan tegas abah melarang, aku berumur 5 tahun pun dengan kritis bertanya ‘kenapa’ bla-bla. Jawaban abahku pun tidak membuatku puas, alasan kopi adalah minuman orang dewasa bukan menjadi jawaban yang tepat bagiku. Apa susahnya menjelaskan anak kecil mengenai kopi yang jika dikonsumsi justru tidak baik karena kandungan yang ada didalamnya seperti kafein, yang memang tidak cocok dikonsumsi oleh orang seusiaku, yahhh walau dijelaskan sekalipun mungkin aku juga sama sekali tidak mengerti, ~hahaha, paling tidak aku kecil dulu pasti akan puas jika dijelaskan lebar kali panjang apapun itu.

Seiring berjalan waktu, usiaku yang beranjak remaja mulai memahami apa kandungan kopi. Namun lagi dan lagi aku seperti tertelan bulat-bulat pendapat orang lain mengenai kopi. Pandangan bahwa kopi itu hitam jelek pahit, ~ hegheg bukan-bukan. Pandangan bahwa kopi tidak baik untuk kesehatan, apalagi untuk wanita ahh pokoknya aku tidak tertarik dengan kopi titik. Aku tidak tertarik apapun kecuali segala sesuatu tentang dia *eh.

Kisah kopi berlanjut ketika aku duduk dibangku kelas 4 KMI (setara kelas 10 SMA) di PM (Pondok Modern). Kehidupan PM yang dinamis dan disiplin, non-stop 24 jam memang menuntut ku agar selalu ‘available’. Kondisi badan harus tetap fit dan prima, ditambah kegiatan ekstra kurikuler yang padat merayap serta mata pelajaran kelas 4 KMI yang kian banyak tentu menuntut ku untuk tetap melek walau sudah menjelang tengah malam. Baiklah, aku pun mencoba untuk meminum k o p i yang kata teman-temanku itu dapat membuat mata melek setidak nya bertambah 15 watt dikala malam. Kopi yang ku minum pun bukan kopi ampas yang cenderung pahit, tetapi kopi instan berperisa cokelat kesukaanku, yah setidaknya aku merelakan diri meminum kopi karena rasa cokelat.

Kendati diri sudah meminum k o p i, terkadang aku masih mengutuk diri. Semacam keterpaksaan untuk minum kopi demi mata melek, maklum kehidupan di PM yang dinamis itu membuat para santri nya sangat mudah mengantuk entah karena faktor lelah atau memang para syetan yang bergelantungan dipelupuk mata demi menggagalkan misi mujahidah-mujahidah polos itu. Jangan heran jika anda melihat suasana polisi tidur sungguhan di jalan, di taman, di depan kamar mandi, atau di lapangan sembari buku ditangan dalam kondisi duduk walaupun ditengah terik matahari. Aku jadi teringat masa lampau, ketika aku sengaja mengagetkan temanku yang sedang mengantuk, “Dorrrrrrrr!!!!!!”, pun seketika ia mendadak bangun posisi tegak dengan mantra komat kamit yang mendadak keluar dari mulutnya “jahsdjhdhsdsdgfhgfgyuyewgyfgwf”. ~Ajagilee.

Baiklah aku mulai gemar meminum k o p i.

Menikmati secangkir kopi didampingi buku bacaan merupakan kebahagiaan tersendiri bagiku dikala itu. Berdiri antri di dapur umum PM menjelang magrib atau ba’da isya pun tak mengapa, asal dapat secangkir air panas untuk menyeduh kopi apalagi berjuang (baca: antri wkwk) bersama sahabat yang juga suka minum kopi. Entahlah, setumpuk buku dan hafalan ditangan pun tak mengapa asal ada kopi menemani, menyeruput sedikit demi sedikit tentu dengan mantra andalan ketika belajar bersama sahabat “man jadda wa jada” Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan dapat (berhasil). Namun yang aku tahu kala itu tentang persepsi kopi hanyalah penghilang kantuk! Surely, I’m not a coffee addict! No I’m not!!!

*****

Sudah lama setelah lulus dari peradaban PM aku tak pernah meminum kopi lagi. Kendati diri yang mulai letoy semangat mengerjakan skripsi, akhirnya aku kembali menyeruput secangkir kopi demi melek untuk menyelesaikan skripsi. Hingga skripsi kelar pun, kini ritual minum kopi menjadi kebiasaan. Baiklah kini aku beralih dari yang hanya ‘gemar’ minum kopi menjadi ‘coffee addict’. Jika belum minum kopi dalam 1 hari maka energi seakan berkurang, hingga kopi seolah menjadi ‘doping’ alias minuman berenergi. Entah sedari kapan menjadi coffee addict pun tidak pernah ku ketahui. Namun tak elak acapkali aku masih mengutuk diri (“kanda maafkan dinda yang hari ini minum kopi lagi, makan diluar yang pake micin lagi”) hahaha.

Walaupun kini aku pencinta kopi. Kedai elite dengan kursi empuk bukan menjadi favoritku. Pernah memang sekali dua kali tiga kali, tapi aku lebih menyukai menyeruput kopi instan dirumah. Aku mulai mengerti manfaat kopi sesungguhnya, selain memiliki khasiat seperti dapat mencegah timbulnya penyakit jantung dan stroke, pembangkit stamina / energi ekstra dan mengatasi perubahan suasana hati dan depresi. Tentu dalam konsumsi yang wajar, ada banyak manfaat dari minum kopi untuk kesehatan dengan takaran yang wajar. Apapun yang berlebihan tentunya tidak baik bukan?

Kini sudah banyak inovasi kopi, tentu menjadi angin segar bagi pecinta kopi. Dari kopi luwak, kopi arabika, health coffee juga ada. Bahkan tidak sedikit pecinta kopi rela jalan-jalan dan tidak sedikit menguras kantong demi mencicipi sensasi kopi yang khas berasal dari berbagai penjuru nusantara. Bersyukurlah… ternyata Indonesia termasuk dalam jajaran penghasil kopi terbesar di dunia. Kalau aku pribadi sih lebih suka health coffee. Kali ini kopi plus madu dan ekstrak habbatussauda’ menjadi favorit ;-)  Betapa tidak bahagia, herbal rasa kopi, kopi tapi herbal. Tentu agar lebih mendapatkan manfaat kesehatan, maka tak ada salah nya bila mencoba kopi kesehatan.

Dengarkanlah, simaklah sebait sepuluh bait puisi dari pencinta kopi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline