Pada tanggal 6 Desember 2017 lalu, baru saja diresmikan Tol Surabaya-Mojokerto secara keseleuruhan. Peresmian secara keseluruhan seksi jalan tol tersebut merupakan peresmian tiga seksi, yaitu seksi IB, seksi II dan seksi III, yang menyusul dua seksi yang telah dioperasikan terlebih dahulu, yaitu seksi IA yang diresmikan pada Agustus 2011 dan seksi IV yang diresmikan pada Maret 2016. Pada rencananya yang diprakarsai sejak tahun 2007 dan direncanakan rampung pada 2009 mengalami banyak hambatan terutama dari permasalahan pembebasan lahan sehingga pada akhirnya dapay diresmikan secara keselurahan pada tahun 2017.
Ruas Tol Surabaya-Mojokerto memiliki total panjang 36,27 km yang terbagi menjadi 4 seksi, yaitu Seksi I yang terbagi menjadi seksi IA (Waru-Sepanjang, 2,3 km) dan Seksi IB (Sepanjang-WW, 4,3 km), Seksi II (WRR-Driyorejo, 5,1 km), Seksi III (Driyorejo-Krian, 6,1 km), serta Seksi IV(Krian-Mojokerto, 18,47 km). Jalan tol merupakan akses untuk memperlancar transportasi dan mengatasi kepadatan kendaraan yang menyebabkan kemacetan yang berdampak pada proses pembangunan dan pengembangan wilayah. Untuk kelancaran proses pembangunan wilayah ini, maka kota Mojokerto yang sedang berkembang membutuhkan akses jalan yang memadai ke kota Surabaya. Sehingga jalan tol sepanjang 37,27 km ini direncanakan dibangun untuk menghubungkan kota Surabaya dan Mojokerto.
Tol Surabaya-Mojokerto merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional yaitu bagian dari tahap tol Trans Jawa yang akan menghubungkan Jakarta dengan Surabaya. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah dan peningkatan ekonomi antara dua wilayah yang dihubungkan oleh jalan tol tersebut. Dalam kurun dua dasa-warsa terakhir ini peningkatan perekonomian Jawa Timur telah menjadi pesat, terutama di kabupaten Sidoarjo, Gresik, Bangkalan, Mojokerto dan Lamongan.
Peningkatan perekonomian ini dikarenakan oleh tumbuhnya industri di daerah-daerah tersebut. Hal ini diiringi oleh peningkatan pemukiman penduduk pada daerah-daerah sekitar kota - kota tersebut diatas. Jakarta yang merupakan Ibukota Indonesia memiliki kaitan yang erat dalam hal pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sehingga perlu adanya akses yang mudah dan cepat untuk pergerakan barang dan manusia.
Dalam proses pembiayaannya, Tol Surabaya-Mojokerto menjadi wewenang atas pemerintah pusat sehingga pendanaan berasal dari APBN karena merupaka salah satu Proyek Strategis Nasional. Namun pembiayaan yang berasal dari APBN tidaklah mencukupi untuk menutupi keselurahan dana yang harus dikeluarkan untuk menjalankan proyek ini. Biaya yang dikeluarkan untuk proyek Tol Surabaya-Mojokerto mencapai angka Rp 3,3 triliun sehingga perlu adanya kerjasama dengan pihak lain untuk menanggulangi masalah pendaan tersebut.
Agar proyek tol Surabaya-Mojokerto ini dapat berjalan dan terealisasi, pemerintah melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk menjalankan proyek ini. Metode yang dilakukan adalah metode BOT (Build, Operate, and Transfer). Metode ini merupakan metode dimana pihak swasta memiliki kewenangan untuk membangun infrastruktur sesuai arahan dari pemerintah yang kemudian setelah infrastruktur tersebut terbangun, pihak swasta diperkenankan mengoperasikan dan mengambil keuntungan dari infrastruktur tersebut selama masa konsesi yang telah disepakati pada saat melakukan perjanjian kerjasama.
Namun bila masa konsesi tesebut telah berakhir maka pihak swasta harus menyerahkan infrastruktur tersebut ke pihak pemerintah yang kemudian dioperasikan oleh pemerintah. Dengan metode ini pemerintah hanya menyediakan lahan dan rencana pembangunan yang kemudian akan diserahkan ke pihak swasta yang telah bekerjasama.
Proyek tol Surabaya-Mojokerto merupakan hasil dari kerjasama dengan pihak swasta dengan metode BOT. Pihak swasta yang terkait yaitu PT Marga Nujyasumo Agung (MNA) yang merupakan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang bertindak sebagai pemrakarsa dan investor. Untuk perencanaan, penyelenggaraan, pembangunan jalan, jembatan bangunan pelengkap dan fasilitas jalan tol serta pengelolaan jalan dan fasilitas tol Surabaya-Mojokerto dilaksanakan oleh PT Marga Nujyasmo Agung (PT MNA). Kemudian PT MNA berkerjasama dengan beberapa pihak antara lain PT Jasamarga Surabaya Mojokerto (JSM) yang merupakan anak usaha dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Moeladi, dan PT Wijaya Karya (WIKA) Tbk. Ketiga perusahan tersebut melakukan investasi pada proyek tol Surabaya-Mojokerto untuk keberlangsungan pembangunan dan realisasi proyek.
Selain itu dana juga didapat dari sindikasi beberapa bank yang telah melakukan perjanjian dengan PT MNA antara lain yaitu BNI, BRI, dan Bank Danamon. PT MNA memperoleh pinjaman sebesar Rp 1,5 triliun untuk perealisasian proyek ini. Masa konsesi yang tertera dalam perjanjian kerjasama antara pemerintah dengan PT MNA yaitu berlaku selama 42 tahun terhitung sejak penerbitan Surat Perintah Mulai Konstruksi (SPMK) yaitu pada 18 April 2007.
Namun pada tahap pengerjaan proyek ini menemui banyak kendala yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan dana. Investasi pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto membengkak menjadi Rp3,3 triliun dari sebelumnya Rp2,4 triliun. Meningkatnya biaya investasi ini diakibatkan lambatnya pembebasan lahan seluas 310,5 hektare (ha) dan eskalasi harga material konstruksi akibat inflasi dan nilai tukar mata uang. Dikarenakan hal tersebut, pihak pemrakarsa harus mengajukan revisi anggaran pembangunan proyek. Pengajuan revisi anggaran tersebut dilakukan lantaran pembebasan lahan pada saat itu belum 100 persen.
Hal ini mengakibatkan terjadi eskalasi harga material konstruksi karena inflasi. Selain itu, perseroan juga terkena beban bunga pinjaman sindikasi perbankan. Besaran pinjaman dari perbankan tersebut mencapai Rp1,5 triliun, sedangkan kebutuhan investasi pada saat itu mencapai Rp2,4 triliun. Dana investasi senilai Rp3,3 triliun tersebut meliputi biaya konstruksi sebesar Rp1,7 triliun dan biaya pengadaan lahan mencapai Rp912 miliar.