Ekosistem pesisir mencakupi ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem mangrove. Ekosistem terumbu karang merupakan kumpulan karang dan /atau suatu ekosistem arang yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur bersama-sama dengan biota yang hidup didasar laut lainnya serta biota lain yang hidup bebas didalam perairan sekitarnya (KepMEn LH No.04 Thn. 2001). Ekosistem padang lamun adalah kumpulan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang, daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara generatif dan vegetatif (KepMen LH No.200 Th.2004).
Sedangkan ekosistem mangrove atau yan sering disebut juga sebagai hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan skitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh jenis-jenis pohon ( Peraturan Menteri Kehutanan No.P.03/MENHUT-V/2004). Ketiga ekosistem tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya meski pada peruntukannya memiliki manfaat tersendiri. Jika salah satu ekosistem mengalami kerusakan maka ekosistem lain akan tergangu keberlangsungannya.
Hutan mangrove memiliki peran penting dalam perencanaan pesisir. Hutan mangrove memiliki peran antara lain sebagai peredam gelombang dan angin badai, menjernihkan air, penahan lumpur dan perangkap sedimen, mencegah abrasi dan erosi, serta masih banyak peran lainnya. Namun saat ini kondisi hutan mangrove di pesisir Indonesia dalam keadaan yang memprihatinkan. Ada 2 faktor besar yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di Indonesia yaitu faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia merupakan faktor paling dominan penyebab rusaknya hutan mangrove. Ekploitasi yang berlebihan dengan melakukan penebangan hutan mangrove sering dilakukan oleh masyarakat. Selain itu juga dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan sehingga sering terjadi membuka lahan baru dengan memanfaatkan lahan yang ditumbuhi hutan mangrove. Regulasi-regulasi yang kurang kuat, tumpang tidih dan ketidaksinkronan antar regulasi membuat hutan mangrove terancam keberlangsungannya. Selain itu faktor alam memiliki dampak dalam kerusakan hutan mangrove yaitu disebabkan oleh abrasi dan hama tanaman.
Pemanfaatan kawasan hutan mangrove di Indonesia yang selama ini dikonversi sebagai lahan pertambakan, kenyataannya telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap menurunnya luas areal hutan mangrove di Indonesia, baik itu secara kualitatif maupun kuantitatif. Permasalahan lain yang terkait dengan rusaknya hutan mangrove adalah konversi hutan mangrove yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian, lahan perkebunan, kawasan pemukiman, bangunan dermaga dan berbagai kegiatan penambangan serta bangunan lainnya yang semakin semarak di kawasan pesisir. Namun demikian, kontribusinya masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan dengan kegiatan pertambakan udang dan ikan.
Disamping permasalahan di atas, dampak dari kegiatan pembangunan dermaga di berbagai wilayah secara tidak langsung akan memicu munculnya bangunan pertokoan dan pemukiman, sehingga pada akhirnya juga akan semakin menambah perambahan hutan mangrove. Selanjutnya, dengan berkembangnya kota dan pemukiman penduduk semakin bertambah tentunya akan menyebabkan semakin banyak sampah rumah tangga dan berbagai bahan polutan yang dibuang ke kawasan perairan pesisir. Oleh karena itu, dengan menurunnya areal hutan mangrove yang cukup drastis pada beberapa dekade terakhir ini, akan menimbulkan dampak yang cukup rumit dan sangat kompleks, antara lain adalah terjadinya erosi garis pantai, intrusi air laut, banjir, menurunnya kualitas perairan dan selanjutnya menyebabkan menurunnya produksi perikanan.
Pada salah satu literatur dengan judul Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang dijelaskan mengenai strategi yang tepat untuk memperbaiki mangrove dan upaya rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Subang yaitu dengan cara menjalin kerja sama yang sinergis antara pelaksanaan program pemerintah dengan keinginan masyarakat lokal melalui revitalisasi kawasan pesisir akibat abrasi dnegan cara penanaman kembali pohon mangrove. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan perbaikan kawasan pesisir yang teridentifikasi rusak berat karena abrasi. Dengan mempertimbangkan jenis mangrove yang cocok ditaman pada kondisi tersebut.
Namun hal tersebut masih belum efektif karena mangrove yang baru ditanam mudah rusak terkena gelombang laut sehingga dilakukan pembuatan breakwater (pemecah ombak) yang berfungsi meredam gelombang. Dengan demikian dapat memberi kesempatan kepada tanaman bakau untuk tumbuh dan berkembang. Rehabilitasi pada kasus ini memiliki kategori penyelesaian tertentu untuk masing-masing tingkat kerusakan hutan mangrove. Untuk kategori rusak berat diatasi dengan pembuatan greenbelt. Sedangkan untuk kerusakan sedang direhabilitasi dengan pola empang parit. Tambak sistem empang parit pada dasarnya merupakan tambak yang pelatarannya berada diantara parit, hanya saja pelataran tersebut ditanami oleh mangrove dan pengairannya diatur dnegan satu buah pintu air.
Pada literatur lain menyebutkan bahwa terkait dengan sebagian besar kondisi hutan mangrove yang di beberapa pesisir Indonesia yang semakin parah, serta melihat dengan adanya berbagai peraturan yang telah dicanangkan sebagai payung dalam pengelolaan hutan mangrove, maka dibuat program kegiatan "pengelolaan dan rehabilitasi mangrove" yang tepat dan siap atau mudah untuk diterapkan. Adapun program yang perlu dilkakukan tersebut seyogyanya terdiri dari beberapa komponen, antara lain adalah sebagai berikut:
- Membentuk jaringan kerja pengelolaan dan rehabilitasi hutan mangrove di seluruh Indonesia.
- Melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait, baik negeri maupun swasta (LSM).
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia, dengan cara memberikan kesempatan training atau sekolah.
Pada beberapa kasus, rehabilitasi hutan mangrove disambut baik oleh masyarakat kawasan pesisir. Masyarakat juga ikut ambil bagian dalam program rehabilitasi. Program rehabilitasi perlu direncanakan dengan seksama. Perlu adanya dukungan dari pihak pemerintah dalam membuat regulasi terkait rehabilitasi mangrove dan pemberdayaan masyarakat sekitar pesisir. Dengan adanya dukungan dari kedua pihak tersebut maka program rehabiltasi akan tercapai. Diharapkan dari program tersebut akan memberikan luaran sebagai berikut.
- Dapat mewujudkan konservasi sebagai dasar pelestarian hutan mangrove yang berkaitan dengan aspek perikanan dan ekowisata (ecotourism).
- Dapat berperan sebagai pusat kegiatan yang bertanggungjawab terhadap pelestarian hutan mangrove.
- Mampu mewujudkan pola rehabilitasi dan pengelolaan yang efektiv, sederhana dan tepat terhadap hutan mangrove.
- Mampu menghasilkan tenaga (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dalam mengelola dan merehabilitasi hutan mangrove.
Daftra Pustaka
Rini Novianty, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi, Universitas Padjadajaran. Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang. Jatinangor.