Lihat ke Halaman Asli

Nuzulul Qur'an: Beda Ayat Tekstual dan Kontekstual

Diperbarui: 12 Juni 2017   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri zaki mubarak

Malam yang spesial di Bulan Ramadan selain Lailatul Qodar adalah Malam Nuzulul Qur’an. Malam ini adalah ulang tahun turunnya Surah pertama Al Qur’an ke bumi di Gua Hira. Tanggal 17 Ramadhan diyakini sebagai hari dimana Nabi Muhammad mendapatkan ayat pertama “Iqra” yang memiliki rumusan kata kerja insyaiyah (perintah, imperative) dengan makna mendalam. Kata ini pun adalah kata perintah pertama dalam kajian akademik yang ilmiah, dimana setiap riset dan rumusan disiplin ilmu harus diawali dengan membaca, iqra.

Saya bukan ahli tentang Al Qur’an, tapi saya mengenal Al Qur’an sebagai bacaan yang wajib saya baca. Untuk urusan ulumul qur’an yang sangat sistematis kajiannya, saya serahkan kepada ahlinya. Saya akan mencoba berbeda (atau mungkin sama dengan terminologi yang berbeda) dengan kajain Al Qur’an para ahli yang banyak menggunakan terminologi Qur’an yang kaku dan terstandar. Saya akan coba menggunakan istilah-istilah pendidikan yang dinamis untuk menangkap pesan Al Qur’an. Semoga saya tidak di sebut liberal, apalagi kafir.

Saya setuju dengan Muhammad Saltut (mantan Rektor Universitas Al Azhar, Kairo) yang membagi ayat-ayat Allah menjadi dua; Kauniah dan Qauliah. Kauniah adalah ayat kontekstual sedangkan qauliyah adalah kebalikannya yakni tekstual. Nah, saya akan mencoba membahas dua istilah ini dan mencoba membedah keduanya melalui kedipan mata saya, ya mata pendidikan.

Pertama, Ayat tekstual. Ayat-ayat inilah yang kita kenal dengan Al Qur’an dan Kitab-kitab suci lainnya semisal Injil (perjanjian baru), Taurah (perjanjian lama), dan lainnya. Al Qur’an diyakini sebagai “perjanjian terakhir” yang menyempurnakan semua kitab yang sudah ada sebelumnya. Qur’an dipercayai sebagai kitab paling lengkap dari berbagai dimensi, baik (1) dimensi kemukjizatan, (2) dimensi kesastraan, maupun (3) dimensi keilmiahan.

Ketika tiga dimensi itu dijadikan alat ukur untuk menentukan kevalidan sebuah kitab suci, Al Qur’an terbukti sangat valid. Isi al Qur’an telah dibuktikan dengan banyak mengandung kemukjizatan yang luar biasa. Ia lahir telah melampau zamannya dan selalu membuktikan kebenaran pada saatnya tiba. Qur’an pun berisi dengan kalimat-kalimat sastra yang sangat kental dan memiliki makna super dalam. Qur’an tidak mudah dikaji oleh bukan ahlinya, karena isi kandungannya begitu dalam dan tidak mudah ditebak. Qur’an juga mengandung konsep (teori) ilmiah dan fakta ilmiah yang sudah diakui kehebatannya oleh ilmuan, baik muslim maupun non muslim. Qur’an itu lengkap. Kap. Kap.

Ayat tekstual dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kandungan yaitu (1) ayat konseptual, (2) ayat faktual, dan (3) ayat prosedural. Ketiga kandungan ini disampaikan dengan menggunakan dua bentuk kalimat yakni kalimat insya’iyah (perintah) dan khobariyah (declarative, kabar). Karena kedalaman bahasanya, adakalanya kalimat khobariyah bermakna insyaiyah (khobariyatul lafdzi, wa insyaiyatul ma’na) atau sebaliknya kalimat insyaiyah namun bermakna khobariah (inyaiyatul lafdzi, khobariyatul ma’na). Hanya orang yang bahasa Arab lah yang sanggup mengerti bahasa Arab dengan segala dimensinya, baik dimensi gramatika-morfologis (nahwu-sharaf) maupun dimensi makna-gaya bahasa yang banyak dilakukan oleh orang linguistik bahasa Arab (ma’ani-mabadi’).

(1) Ayat konseptual terdiri dari konsep-konsep dasar tentang ketuhanan (ketauhidan) nubuwah (kenabian), ibadah, sistem sosial (muamalah), pernikahan (munakahah), politik (jinayah), hukum (ahkam) dan lainnya. Dalam ayat konseptual inilah melahirkan tafsiran-tafsiran yang yang membangun sebuah disiplin ilmu seperti ilmu akidah, ilmu fikih, ilmu ushul fikih, ilmu warisan, dan lainnya. Terjadinya perbedaan tafsiran ayat konseptual ini mengakibatkan berbeda aliran dalam ajaran Islam.

Ayatnya bisa satu, tapi tafsirannya bisa lebih dari satu. Hal ini bisa mengakibatkan ayat konseptual ini (a) mengakibatkan perbedaan pemahaman, walaupun perbedaannya tidak tajam. Perbedaan yang sifatnya surface (permukaan) saja, karena bila dikaji secara mendalam akan lahir ruh (prinsip) yang sama dalam ajarannya. (b) mengakibatkan ajaran yang terus relevan sepanjang zaman. Ayat konseptual ini didesain sedemikian rupa dan disimpan tidak mirif dengan undang-undang yang terstruktur dengan baik, sehingga untuk mencari ayat konseptual yang sama akan membutuhkan kajian Qur’an maudhu’i (tematis). Ini sangat dinamis dan berakibat bahwa Qur’an relevan sepanjang zaman. Hal ini berbeda dengan undang-undang yang kadang harus diamandemen karena menjawab tantangan zaman.

(2) ayat faktual adalah ayat yang menunjukan kepada kita fakta-fakta inderawi baik itu masa lalu, masa kini atau masa depan. Qur’an dengan ayat faktual berfiungsi memberikan kabar tentang fakta yang benar akan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Walaupun Qur’an telah melewati batas kemampuan manusia dalam menyajikan fakta inderawi-duniawi, namun Qur’an memiliki informasi faktual yang non-inderawi. Orang menyebutnya prediksi atau halusinasi. Terlepas itu semua, itu adalah “fakta-fakta” yang harus diyakini akan kedatangannya.

Paling tidak ada tiga fakta yang disebutkan dalam Al Qur’an yaitu (a) fakta di waktu yang lalu bernama sejarah. Saya pernah mendapatkan informasi bahwa 2/3 kandungan Al Qur’an adalah sejarah ‘fakta” masa lalu. Saya belum membuktikan kevalidan info itu, namun bila melihat nama-nama surat Qur’an (yang tentu saja menggambarkan isinya) adalah suatu fakta bahwa nama-nama itu mengandung unsur sejarah. Silahkan kepada ahli ulumul qur’an mengkritisinya.

(b) fakta saat ini bernama fakta ilmiah yang terbukti. Banyak para ahli yang terhenyak dengan fakta ilmiah yang sudah disebutkan oleh Al Qur’an 1438 tahun yang lalu. Semisal tentang kandungan air dalam the miracle of water karya ilmuwan Jepang bahwa kepadatan air berubah manakala disebut dengan kalam ilahiah. Misal lainnya bahwa bumi bulat namun bulatnya seperti telur unta, bahwa bumi berkembang biak, bahwa bumi tercipta atas ledakan Big Bang, dan lainnya. Ini menunjukan bahwa fakta ilmiah yang disebutkan dalam Al Qur’an dapat dibuktikan dengan habitat ilmiah yang memiliki metode yang sangat positivistik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline