Tulisan ini diupayakan sebagai oleh-oleh presiden Jokowi setelah dua hari “blusukan” ke Tasikmalaya dan sekitarnya. Walaupun kunjungan terakhir tuan presiden ke Pesantren Darussalam Ciamis dan karakteristik pesantren ini hampir sama dengan Cipasung pada tulisan lalu, maka saya putuskan untuk mengangkat pesantren lainnya yang dikunjungi, yaitu Pesantren Miftahul Huda. Pesantren ini lebih dikenal sebagai pesantren Tauhid-oriented yang berlokasi di Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.
Saya menggunakan terminologi Pesantren Manonjaya bukan tanpa alasan. Walaupun nama keren dari pesantren Miftahul Huda adalah “Mida” atau “Muda”, tapi seingat saya pesantren yang hebat yang sudah lama hidupnya biasa menggunakan nama tempat lahirnya sebagai nama tenar pesantrennya. Kita tidak tahu nama arab dari Cipasung dan Sukahideung atau sukamanah, tapi mereka menggunakan nama daerahnya. Kita juga tahu nama Pesantren Suryalaya lebih populer ketimbang Pesantren tasawuf Latifah Mubarokiah. Pun demikian, Pesantren Manonjaya adalah nama tenar sebagai pengganti pesantren Miftahul Huda.
Untuk urusan nama, bagi saya tidak terlalu penting. Yang penting adalah Manonjaya sebagai pusat pesantren di sebelah timur kabupaten Tasikmalaya. Sebagaimana kita kenal, daerah Tasikmalaya dikelilingi pesantren hebat dan memiliki karakteristik tertentu. Sebelah utara ada Suryalaya dengan orientasi tasawuf (dan pusat dari tasawuf Qodariah Naqsabandiyah Internasional), di barat ada Cipasung dan Sukahideung dengan Fikih dan Balaghoh sebagai core nya, sementara di sisi Selatan ada Pesantren Manonjaya (PM) dan pusat tarikat Tijaniah Syeh Abdul Muhyi dengan orientasi tauhid yang khas, dan di sisi Timur ada Pesantren Darussalam dengan Fikih sebagai kompetensi intinya.
Saya mengenal pesantren ini dari ayah dan kakek saya. Karuhun saya adalah bagian dari jaringan ulama PM sehingga saya memiliki darah yang terkoneksi kepadanya. Kakek nenek saya belajar tauhid di pesantren ini dan mengajarkan kembali “ajaran” tauhid khas PM dimana mereka membuka pesantren. Sayang, saya tidak pernah mengenyam pendidikan di sini, namun saya mengenal ajarannya dari sang ayah dan kakek nenek. Untuk urusan PM yang kekinian saya tidak tahu pasti. Yang saya tahu adalah wakil DPR RI wilayah kami diwakili oleh salah satu “darah biru” pimpinan PM, dan bupati kami pun adalah cucu dari pendiri PM. Itu saja.
Lalu, apa hubungannya PM dengan demokrasi liberal (DL)? Saya tidak akan memaksakan demorasi liberal ala Amerika untuk ditempelkan pada PM. Tidak. Itu tidak mungkin saya hubungkan, kalau ada hubungannya, itu ta’wil bil ba’id (hubungan yang jauh sekali). Saya akan menjadikan PM sebagai cermin untuk berkacanya DL sebagai sebuah ideologi. Apakah DL yang kita agungkan saat ini berbayang bersih atau sebaliknya dalam bayangan cermin PM. Mari kita analisis.
DL adalah demokrasi yang dipromosikan dan dipaksakan negara Barat untuk kita. Demokrasi ini awalnya dilandasi oleh Trias Politica nya J.J. Rouse. Demokrasi ini dibangun dengan tiga pillar penting yakni; eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demokrasi ini pun memiliki brandmark “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Cara meraih kekuasaan Demokrasi ini adalah dengan cara one man one vote, dengan adagium vox populi vox dei ( suara rakyat suara Tuhan). DL adalah model demokrasi yang dikembangkan oleh dunia Barat dengan segala nilai kebaratannya untuk disusupkan kepada demokrasi gaya baru bernama DL.
Jadi dalam beberapa konteks, DL adalah model demokrasi baru ala Amerika dan Eropa yang meyakini bahwa manusia itu memiliki kebebasan yang mendasar. Kebebasan memilih, kebebasan hidup, kebebasan bersikap adalah beberapa kebebasan yang menjadi bagian penting dari “Liberal” yang melabeli DL. Kata kuncinya adalah “Liberal”. DL adalah demokrasi yang sangat menghargai kebebasan, walaupun kebebasan itu melebihi batas. Mereka merancang demokrasi ini dengan catatan bahwa mereka telah lama merdeka, pendidikan masyarakat mereka sudah established dan SDM mereka sudah siap untuk berdemokrasi liberal.
Orang Amerika dan Eropa yang telah lama merdeka dan telah dewasa dalam bernegara telah meyakini bahwa DL adalah pilihan terbaik. Mereka mempercayai bahwa DL juga bisa membaikan negara lain seperti kita. Namun, di balik semua itu, DL ternyata tidak diadopsi secara menyeluruh oleh negara-negara Eropa. Kita lihat Britania Raya dengan Ratu Elizabethnya, begitupun Jerman dengan Kanselirnya dan Dutch juga dengan Ratu Betrixnya. Jadi, mereka mengambil nilai baik dari DL untuk sistem pemerintahannya (perdana menteri), tetapi dalam konteks kekuasaan masih tetap monarki untuk mengontrol “kenakalan-kenakalan” DL sebagai sistem baru.
Saya berprasangka, penerapan DL di beberapa negara dengan inisiatif Amerika sebagai leading sectornya memiliki misi yang lebih luas. Pertama menanamkan nilai Amerika yang super bebas kepada seluruh dunia. Semakin nilai Amerika ditancapkan, semakin kokoh pula hegemoni mereka dalam prilaku bangsa. Amerika memiliki tujuan untuk menghegemoni dunia dengan nilai-nilai yang mereka rancang.
Kedua mencobakan nilai DL kepada mereka yang baru merdeka agar local wisdom yang dibangunnya goyang dan menerima Amerika sebagai bagian dalam dirinya. Ini penting, karena suatu saat Amerika membutuhkan material yang dibutuhkan oleh mereka. Dengan kebebasan itulah maka mereka akan cepat menguasai benda yang mereka inginkan. Dan dengan cepat pula negara lain terbius dengan nilai kebebasan Amerika yang mencerabut diri dari identitas aslinya
Ketiga, DL adalah model untuk membebaskan manusia dari kekuatan lokal yang mencengkrama. Semisal kita, pancasila adalah kekuatan lokal kita. Semisal Arab, kekuatan mereka adalah Islam. Semisal Asia, kekuatan mereka adalah kepercayaan kepada supra natural. Mereka memiliki kerajaan yang besar dengan nilai lokal yang kokoh. Kekuatan inilah yang menghalangi kekuatan Amerika untuk menguasai negara lain. Maka DL dengan freedom of life nya diharapkan dapat “membebaskan” kekuatan lokal dan masuk kepada perangkap kebebasan yang diusung oleh DL itu sendiri.