Lihat ke Halaman Asli

zaki fuad

orang tua

Menyegarkan Fungsi Sekolah

Diperbarui: 9 Juli 2024   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru-baru ini, saya sering mendengar pembicaraan antar orang tua. Tentu saja tidak jauh dari soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Biasa memang setiap pertengahan tahun mereka pada sibuk mendaftarkan anak ke sekolah baru. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Balikpapan menyebut daya tampung sekolah tingkat SD dan SMP masih berada di bawahnya. Artinya kuota yang tersedia belum sebanding pendaftar yang ingin masuk.

Dari penjelasan Kadisdikbud Balikpapan, Irvan Taufik, lulusan SD tahun ini mencapai 15 ribu anak dan SMP sekitar 9 ribu anak. Padahal daya tampung SMP berlabel negeri yang tersedia baru 9 ribu. Artinya baru bisa memenuhi 60% dari total lulusan SD. Sementara sisanya tentu harus mencari sekolah swasta. Meski pemerintah setempat sudah membangun beberapa sekolah negeri baru.

Kondisi itu, menurut Irvan, biasa menjadi keluhan para orang tua yang lebih suka memilih sekolah negeri. Apalagi pemerintah setempat juga menerapkan sistem zonasi. Agar tidak perlu jauh-jauh mendaftarkan diri ke sekolah di kecamatan lain. Tapi tetap saja ada yang ngotot meminta anaknya masuk di sekolah negeri tertentu. Alasannya sekolah itu masuk kategori unggulan di kota minyak.

Di sisi lain, ada sekolah swasta kesulitan mendapat murid baru setiap tahunnya. Karena memang pilihan berada di pihak orang tua dan anak yang mau bersekolah. Akhirnya berlaku pepatah hidup segan mati tak mau. Secara sistem kedua jenis sekolah ini tidak berbeda jauh. Pemerintah sudah menggratiskan biaya sekolah lewat subsidi SPP dan bantuan operasional. Namun pertanyaannya, kenapa minat ke sekolah negeri lebih tinggi dari pada ke swasta?

Saya tidak ingin berkomentar soal kebijakan membangun sekolah. Pemerintah tentu punya alasan sendiri untuk sekolah negeri. Orang tua juga punya pertimbangan ekonomis di tengah kondisi ekonomi rumah tangganya. Saya hanya ingin mendudukan fungsi sekolah ke tempatnya. Sebagai warga, saya melihat cara pandang orang tua terhadap sekolah. Terutama di Balikpapan yang notabene penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN).

Lihat saja apa yang didapatkan siswa dari hasil bersekolah selama sekian tahun? Kasus bullying, pengeroyokan hingga tawuran masih sering terjadi. Bisa dilihat juga tayangan kriminal di televisi. Pelaku rata-rata masih berstatus pelajar. Anda semua tentu menyaksikan hal yang saya lihat. Ironisnya kegiatan pembelajaran di sekolah masih saja memburu nilai akademik. Anak dianggap berhasil kalau berada di peringkat satu. Lalu saat lulus bisa masuk sekolah favorit atau universitas bergengsi.

Data dari World Talent Ranking yang dirilis Institute for Management Development (IMD) bisa jadi referensi. Daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada 2023 regional Asia Tenggara biasa saja. Masih kalah dari Singapura, Malaysia dan Thailand. IMD menilai daya saing SDM dari tiga indikator. Yakni investasi dan pengembangan SDM dalam negeri, kemampuan negara menarik SDM terampil dari luar negeri dan tingkat kesiapan SDM secara umum.

Menariknya, mereka memasukkan penilaian porsi belanja negara untuk sektor pendidikan, rasio anggaran pendidikan terhadap jumlah pelajar dan rasio guru-murid. Skor Indonesia sebesar 51,13 dari 100 poin dan berada di peringkat ke-4 dari 5 negara yang disurvei. Negara ini masih berkutat pada faktor anggaran pendidikan yang relatif rendah, jumlah guru yang masih terbatas dan minimnya kemampuan pelajar berdasarkan hasil tes PISA.

Secara umum, masyarakat kita perlu memahami fungsi sekolah. Bahwa setiap orang menginginkan anaknya masuk di sekolah unggul, itu tidaklah salah. Tetapi bagian terpenting dari semua itu ialah prosesnya. Jika kompetensi hanya bermain pada sisi nilai akademik itu bermasalah. UU Pendidikan Nasional secara tegas menyebutkan tujuan pendidikan adalah membentuk manusia beriman dan bertakwa. Sayangnya belum semua sekolah mampu menerapkan fungsi itu secara seimbang.

Saya pribadi tentu berharap sekolah yang ada mampu memainkan peran besar ini. Pengelola sekolah wajib mengejawantahkan amanah UU Pendidikan Nasional. Sulit memang untuk memastikannya. Tetapi segala sesuatu perlu proses. Tinggal bagaimana kita bersabar dalam menjalaninya. Selamat beraktifitas. Wassalam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline