Cinta pertama itu mustahil.
Aku membuktikannya.
Saat itu, aku ada di satu udara.
Menghirupnya bersama seseorang.
Otakku bertanya kenapa jantungku berpacu.
Leherku terpaku menatapnya.
Berharap senyuman itu untukku.
Berharap bahagianya ada padaku.
Atau mungkin aku terlalu bodoh.
Saat itu, sekali tatap pun tidak.
Otak rusak ku bersikeras yakin,
jika dia hanya belum tahu.
Setelah dia memberi tatapan itu.
Aku yakin aku memang wanita bodoh.
Aku salah.
Dia enggan menatap wanita lain.
Karena dia telah memilikinya.
Bibirku tertarik membentuk senyum.
Entah angin apa, obsidianku memanas.
Lantai bersitatap dengan ku.
Mitos hujan di dalam ruangan terjadi.
Yang tengah kupijak berangsur basah.
Pantulan wajah sedihku memburam.
Jika tahu jatuh cinta sesakit ini.
Maka aku enggan memiliki mata.
Awal dari semua rasaku padanya.
#Event Menulis Puisi Menuju 1000 Karya
Surabaya, 16/05