Lihat ke Halaman Asli

Zakiah Natasya Hartini

Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

Penerapan Perlakuan terhadap Narapidana dalam Lapas di Indonesia

Diperbarui: 5 Juni 2023   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pidana penjara merupakan salah satu penanggulangan kejahatan di dunia yang sudah sejak lama diterapkan dan di Indonesia hal tersebut diatur dalam pasal 10 KUHP. Dengan tujuan untuk membina narapidana agar menjadi lebih baik setelah keluar dari penjara. Pembinaan dalam penjara atau lapas tentunya tidak terlepas dari aturan perlakuan di dalam penjara, aturan perlakuan tersebut terdapat dalam The Nelson Mandela Rules (Aturan Nelson Mandela) Nomor 92 tentang Treatment (Perlakuan). 

Mekanisme implementasi perlakuan pada narapidana berupa kegiatan pembinaan atau pelatihan yang dapat meningkatkan taraf hidup narapidana. Hal tersebut karena setiap narapidana memiliki hak untuk mendapatkan Pendidikan, pelatihan atau pembinaan hingga pengembangan karakter dan fisik. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04.UM.0106 Tahun 1983, Lembaga Pemasyarakatan tertentu diubah menjadi Rumah Tahanan Negara yang fungsinya tetap sebagai Lembaga Pemasyarakatan dan beberapa ruangannya ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara. 

Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya sekedar tempat untuk memenjarakan orang yang melakukan tindak pidana kejahatan saja, namun didalamnya terdapat pembinaan agar orang tersebut tidak melakukan tindak pidana lagi. The Nelson Mandela Rules atau Aturan Nelson Mandela merupakan revisi dari Aturan Standar Minimum PBB tahun 1955 tentang Perlakuan terhadap Tahanan (SMR). Aturan yang direvisi diadopsi oleh Komisi PBB untuk Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana di Wina, Austria pada 22 Mei 2015. 

Revisi tersebut difokuskan pada sembilan bidang tematik termasuk: (1) perawatan kesehatan penjara, (2) pembatasan, disiplin dan sanksi, (3) pengekangan, (4) pencarian sel, (5) kontak dengan dunia luar, (6) pengaduan narapidana, (7) investigasi dan inspeksi.

Pada aturan nomor 92 tentang perlakuan, perlakuan yang dimaksud adalah perlakuan bagi narapidana di penjara. Aturan tersebut memiliki tiga poin yang berisikan aturan dalam memperlakukan narapidana mulai dari keagamaan, pendidikan, bimbingan dan pelatihan kejuruan, kerja kasus sosial, konseling pekerjaan, pengembangan fisik dan penguatan karakter moral, sesuai dengan kebutuhan individu setiap narapidana, dengan mempertimbangkan sejarah sosial dan kriminalnya, kapasitas dan bakat fisik dan mental, temperamen pribadi, lamanya hukuman dan prospeknya setelah dibebaskan. 

Dengan maksud untuk rehabilitasi sosial mereka. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Pasal 7 dan 8 mengatur mengenai hak dan kewajiban tahanan dan narapidana yang meliputi hak WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapatkan perawatan, baik jasmani maupun rohani, mendapatkan pendidikan, pengajaran, dan kegiatan rekreasional, serta kesempatan mengembangkan potensi, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak sesuai dengan kebutuhan gizi, mendapatkan layanan informasi, mendapatkan penyuluhan hukum dan bantuan hukum.

Menyampaikan pengaduan dan/atau keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang, mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dilindungi dari tindakan penyiksaan, eksploitasi, pembiaran, kekerasan, dan segala tindakan yang membahayakan fisik dan mental, mendapatkan pelayanan sosial dan menerima atau menolak kunjungan dari keluarga, advokat, pendamping, dan masyarakat. Dan pada Pasal 8 yang mengatur kewajiban WBP yaitu mentaati peraturan tata tertib, mengikuti secara tertib program Pelayanan, memelihara perikehidupan yang bersih, aman, tertib, dan damai dan menghormati hak asasi setiap orang di lingkungannya.

Isi peraturan No. 92 tentang Perlakuan dalam Aturan Nelson Mandela, yaitu:

  • Untuk tujuan ini, semua cara yang tepat harus digunakan, termasuk perawatan keagamaan di negara-negara di mana hal ini memungkinkan, pendidikan, bimbingan dan pelatihan kejuruan, kerja kasus sosial, konseling pekerjaan, pengembangan fisik dan penguatan karakter moral, sesuai dengan kebutuhan individu setiap narapidana, dengan mempertimbangkan sejarah sosial dan kriminalnya, kapasitas dan bakat fisik dan mental, temperamen pribadi, lamanya hukuman dan prospeknya setelah dibebaskan. Dengan maksud untuk rehabilitasi sosial mereka.
  • Untuk setiap narapidana dengan masa hukuman yang sesuai, direktur penjara harus menerima, sesegera mungkin setelah masuk, laporan lengkap tentang semua hal yang disebutkan dalam paragraf 1 peraturan ini. Laporan tersebut harus selalu mencakup laporan oleh dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya yang memenuhi syarat tentang kondisi fisik dan mental narapidana.
  • Laporan-laporan dan dokumen-dokumen terkait lainnya harus ditempatkan dalam satu arsip tersendiri. Berkas ini harus selalu diperbarui dan diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga dapat dikonsultasikan oleh personil yang bertanggung jawab bila diperlukan.

Implementasi Aturan Nelson Mandela No. 92 di Indonesia salah satunya adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Semarang. Disana para narapidana diberikan bimbingan dan pembinaan. Pada tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan. 

Petugas LP Perempuan Semarang memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif bagi warga binaan pemasyarakatan. Selanjutnya pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapan ketrampilan dapat berlangsung baik, jika tahap pertama telah terkondisi. Para narapidana atau warga binaan akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan kecakapan ketrampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang akan menjadi tuntunan kebutuhan tersebut.

Pandangan terhadap teoritis dengan realitas yang ada di lapangan masih terdapat perbedaan atau ketidak sesuaian. Hal tersebut terjadi karena belum semua Lapas atau Rumah Tahanan di Indonesia melakukan kegiatan pembinaan kepada narapidana. Yang menjadi penyebabnya adalah adanya beberapa kendala seperti kurangnya fasilitas seperti sarana dan prasarana yang ada di penjara. Selain itu terdapat kendala dari narapidananya sendiri, perlakuan terhadap narapidana diatur berdasarkan undang-undang. Dalam Aturan Nelson Mandela No. 92 terdapat syarat dan ketentuan dalam menentukan perlakuan terhadap narapidana, salah satunya adalah kondisi kesehatan fisik dan mental dari para narapidana. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline