Lihat ke Halaman Asli

Darussalam to 'Darussalam', Ustad Mizaj Iskandar (7)

Diperbarui: 30 Juni 2017   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap pulang ke Aceh, selalu saja ada setangkup rindu yang membuncah dalam dada ini ingin pulang ke Jogja. Satu hal yang membuatku selalu rindu adalah atmosfir belajarnya yang sangat mendukung. Pustaka yang besar, toko buku murah dan yang paling dirindukan adalah majelis ilmu agama setiap sore. Khusus untuk majelis ilmu agama, rindunya semakin istimewa, lantaran setiap selesai pengajian, pihak masjid menyediakan makanan berbuka puasa atau snack biasa.  Hehe. Tidak jarang pula kami terpukau karena beberapa kali mendapatkan jatah makanan nasi kotak yang sangat mewah lauk pauknya. Nasi kotak itu di sponsori oleh pengusaha-pengusaha muslim yang dermawan.

Hal ini belum berkembang di Banda Aceh dan detik-detik yang kebanyakan kuhabiskan disini yaitu di majelis warung kopi ketimbang di majelis ilmu, semakin membuatku ingin kembali ke Jogja.

Namun rindu itu sedikit terobati sejak ayahku memperkenalkan suatu pengajian yang diampu oleh Ustad dr.Mizaj Iskandar, Lc. Sejak itu, aku tidak pernah absen mendengarkan pengajian rutin beliau setiap mingu pagi, senin malam, selasa malam, rabu malam, kamis malam dan jumat malam di berbagai tempat di Banda  Aceh. Ustad Mizaj memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat islam, tasawuf dan fikih. Tiga ilmi yang tidak pernah benar-bemar akir dalam sejarah umat islam.

Subuh hari ini, tanggal 15 januari 2017, saya seperti biasa menghadiri pengajian rutin yang diampu oleh ustad Mizaj Iskandar. Bakda shubuh setiap Ahad, ustad lulusan mesir ini memberi pencerahan kepada umat dengan tafsir Al-Munir. Yang seharusnya dikupas pagi ini adalah Al-Baqarah 97 dan seterusnya. Tapi, beliau justru mengupas lebih dalam Al-Baqarah 96 :

"dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan"

Satu persatu bagian ayat di kupas oleh ustad Mizaj yang ternyata pernah satu kelas dengan abang saya di MIN 1 Banda Aceh dulu sekali. Seperti biasa, jika ada pelajaran yang menarik, saya akan mencatatnya di telepon pintar. Dalam pembahasan perbedaan umat islam dengan umat lainnya, ustad Mizaj menjelaskan bahwa dalam tradisi Islam, yang justru di rayakan adalah kewafatan seseorang, bukan kelahirannya. Jika merayakan hari lahir lazim populernya disebut ulang tahun atau maulid, maka merayakan kewafatan disebut dengan haul. Tradisi ini berlaku bagi tokoh, ulama, raja hingga masyarakat biasa. Namun tidak berlaku bagi nabi dan rasul karena mereka juga dianjurkan untuk merayakan kelahirannya.

Mengapa demikian?

Karena dalam tradisi Islam, merayakan kewafatan berarti merayakan berbagai keberhasilan yang pernah diraihnya di masa hidupnya. Tradisi ini begitu mengakar hingga-hingga Fakultas Kedokteran di Universitas Teheran alih-alih merayakan dies natalis seperti kebiasaan dunia akademik, mereka justru mengadakan haul memperingati wafatnya bapak dokter dunia yang merupakan seorang muslim yaitu Ibnu Sina.

Penjelasan ini panjang lebar di paparkan oleh ustad Mizaj padahal hanya berangkat dari satu kata saja dalam ayat tersebut yaitu :

yang artinya adalah usia, bukan umur. Apparently, umur dan usia berbeda arti dalam bahasa Arab. Tapi saya lupa penjelasan lebih detilnya. Menyesal baru datang kemudian, hehe.


Ustad Mizaj Iskandar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline