Korupsi sebagai penyakit moral yang menular di Indonesia
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Kata korupsi berarti : tindakan merusak atau menghancurkan. Dan korupsi juga berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, serta kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang dekat pelaku korupsi.
Korupsi di Indonesia sudah ada sebelum kemerdekaan, ada perdebatan mengenai apakah budaya korupsi diwariskan dari penjajahan Belanda. Pendukung pandangan ini berargumen bahwa korupsi dimulai pada masa penjajahan dengan sistem feodal dan nepotisme, serta praktik pungutan liar dan suap oleh pegawai pemerintah penjajah Belanda dan penguasa atau bangsawan lokal. Sistem birokrasi Belanda juga memberikan banyak kesempatan untuk korupsi.
Budaya korupsi dapat terjadi karena faktor internal di Indonesia seperti rendahnya kesadaran hukum, kurangnya pendidikan moral, dan adanya nepotisme karena pengaruh sistem kerajaan.
Sejarawan yang mendukung pandangan bahwa budaya korupsi diwariskan dari Belanda termasuk David Henley dan Anhar Gonggong. Henley berpendapat bahwa praktik korupsi berasal dari sistem feodalisme. Anhar Gonggong berpendapat bahwa korupsi dimulai oleh sistem yang mengutamakan kepentingan elit dan memperlakukan rakyat jelata sebagai budak.
Seiring perkembangannya, perilaku korupsi tak kalah kreatifnya dengan perkembangan teknologi, seperti yang baru baru ini terjadi di indonesia yakni kasus korupsi PT. Timah Tbk yang berlangsung dari tahun 2015 hingga tahun 2022. Kasus ini bermula penetapan Kejagung terhadap lima orang tersangka yang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Antara tahun 2015 - 2022. Salah satu tersangka adalah eks Dirketur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Kasus ini menjadi nomor 1 karena sesuai dampak kerugian lingkungan hingga Rp271 Triliyun. Kerusakan lingkungan mencakup area seluas 2x luas DKI Jakarta. Bisa dibayangkan seluas dan sebesar apa kerusakan yang di timbulkan dari kasus korupsi PT Timah Tbk.
Masalah korupsi PT Timah ini melibatkan para pelaku korupsi, mulai dari direktur PT Timah Tbk. sampai ke Plt Kepala dinas instaksi terkait pun ikut tergabung dalam korupsi besar besaran ini. Dan yang kedua datang dari kementerian komunikasi dan informatika, dimana menteri dari kemenkominfo yakni Eks-Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate juga ikut diduga terkait dengan kasus korupsi PT Timah Tbk. Pada kasus ini berdasarkan perhitungan BPKP, total kerugian negara sebesar Rp 8,032 triliun. Perhitungan tersebut terdiri dari tiga aspek, yakni biaya untuk penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga (mark up), dan pembayaran BTS yang belum terbangun. Jumlah kerugian negara yang terbilang fantastis, angka ini jauh lebih besar dari taksiran awal penyidik Kejaksaan, yakni Rp 1 triliun.dan masih banyak lagi kasus kasus korupsi yang ada di indonesia
Setelah itu bahas korupsi sesuai dengan tema pada judul
Siapa saja yang dapat melakukan korupsi ? Tindakan korupsi dapat di lakukan oleh siapa saja, dikutip dari lama Kompas.com, penyumbang pelaku korupsi terbanyak di indonesia banyak dari pagawai negeri. Berdasarkan data KPK per 13 Juli 2023, berikut sejumlah instansi dengan tersangka korupsi terbanyak:
1. Swasta menduduki peringkat pertama instansi terbanyak yang menjadi tersangka kasus korupsi yang ditangani KPK. Tercatat, dari 2004 hingga pertengahan Juli 2023, tercatat 404 tersangka.