Pengalaman merupakan guru bagi setiap orang di dalam lingkup hidupnya. Setiap orang mempunyai pengalaman, entah besar atau kecil, dan dialami langsung atau tidak langsung. Karena itu, pengalaman menjadi guru dimana orang itu belajar bagaimana menjalani hidup dan sekaligus belajar terbuka, terhadap setiap nilai yang mempunyai daya didik bagi yang mengalaminya. Dan bisa saja terjadi dalam lingkungan edukatif dengan suatu sistem pembelajaran "jarak jauh" seperti yang lagi trend di era New Normal ini.
Merefleksikan tugas dan tanggungjawab yang diamanatkan kepada seorang pendidik, itu tidak terlepas dari yang kita sebut pedagogi. Puluhan tahun yang lampau, umumnya dikenal dan bahkan diakui bahwa hanya ada satu pedagogi yang dirasa baik dan karena sudah terbukti pula pemakaiannya oleh kebanyakkan pedagog.
Pada prinsipnya, pusat pedagogi itu terletak pada relasi antara pendidik/guru dengan orang yang dididik. Seorang pendidik wajib dan harus mengetahui, menguasai materi yang diajarkan. Tugas dan fungsi utamanya ialah mentransfer pengetahuan yang dimiliki dan dikuasainya dalam proses belajar mengajar.
Dalam kehidupan sosial-bermasyarakat, pendidik dilihat sebagai penjaga sejumlah aturan sosial. Kemudian pendidik mengajarkan aturan sosial tersebut kepada anak didik. Aturan sosial itu berupa sikap tingkah laku, etika dan moralitas yang dianuti dan diterima umum dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dalam penelitian di bidang psikologi, bidang pendidikan dan sosiologi ditemui antara lain relasi antara pendidik dan pedagogi, di samping itu sejumlah faktor intern dan eksternal yang mempengaruhi cara pandang tentang manusia dan perkembangannya. Selanjutnya disimpulkan dari penelitian dalam bidang-bidang tersebut bahwa pendidik dan pedagoginya dapat mewariskan beberapa orientasi.
Relasi antara pendidik dan anak didik dapat memungkinkan perkembangan manusia. Hal ini terlihat sejauh pilihan penggunaan pedagogi tertentu. Maka kalau kita hendak mendidik manusia menjadi otonom, dan yang menghargai pemimpin, maka opsi penggunaan pedagogi itu menggarisbawahi kebebasan anak didik.
Dan kalau obyektif anak didik itu menyangkut tanggungjawab pribadi atas pendidikannya dan hendak belajar menjadi manusia yang mandiri dan otonom, maka perlu diperhatikan jenis pedagogi yang mumpuni bagi anak didik untuk mewujudkan obyektif pembelarannya.
Maka seorang pendidik tidak bisa mendidik anak didik menggunakan kebebasanya dengan membatasi ruang geraknya, atau belajar menghormati pimpinan kalau tidak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan daya nalar dan logikanya sendiri. Penelitian yang sama memperjelas secara progresif sejumlah alternatif model pedagogi disamping yang disebut model dominan tersebut.
Model alternatif itu sudah diuji-pakai oleh pendidik tertentu dalam partisipasi dan atau keterlibatannya dalam proses belajar mengajar. Maka alternatif model-model itu perlu diuji lagi, dianalisa sehingga bisa terlihat mana yang dominan, mana yang tidak dominan dalam praksis lapangan.
Dipahami bahwa Pedagogi merupakan cara yang dipakai pendidik untuk membangun relasi dengan anak didik. Relasi yang dibangun itu terjadi dalam sebuah proses gerakan edukatif. Proses gerakan eduktif itu berpusat pada pembelajaran, pada proses itu sendiri dan pada perkembangan manusia seutuhnya.
Kita mengenal adanya klasifikasi tentang jenis atau tipe pedagogi. Kita tentu pernah mengalami pedagogi tertentu sejauh digunakan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar. Setiap pendidik menggunakan dan menerapkan satu atau lebih bentuk pedagogi dalam sistem belajar mengajar tersebut.