Lihat ke Halaman Asli

Zakaria Adjie Pangestu

Sharia and Law Faculty students

"Tajassus", Aktivitas Memata-Matai di Kalangan Pesantren

Diperbarui: 23 September 2023   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : islamkaffah.id

           “Jasus”, sebutan bagi santri yang menjelma menjadi agen rahasia layaknya Tom Cruise di film Mission Impossible. Bagi para santri, menjadi jasus adalah salah satu hukuman yang diberikan oleh mahkamah lughah (mahkamah bahasa) untuk mencari para pelanggar disiplin bahasa. Namun sekali lagi, jasus tidak akan pernah mengumumkan dirinya bahwa ia adalah seorang jasus. Persis seperti maling yang tak akan pernah mengungkapkan dirinya adalah seorang maling. Karena ia adalah status yang harus dirahasiakan dari semua orang.

           Kata “Jasus” sudah bukan jadi hal asing lagi di telinga para santri. Jasus merupakan istilah khusus bagi santri yang menjadi mata-mata. Umumnya, di lingkungan pondok pesantren di hidupkan sistem ini demi lancarnya kedisiplinan. Layaknya film Mission Impossible, seorang jasus berperan sebagai Tom Cruise yang selalu siap untuk mencari peluang dan informasi penting dari lawannya. Jasus berperan penting dalam menjaga dan melestarikan bi’ah lughawiyah (lingkungan berbahasa).

           Sedangkan tajassus adalah bentuk predikat dari jasus. Jadi “tajassus” adalah bentuk kegiatan atau perbuatan untuk memata-matai dan seseorang. Istilah tajassus pada umumnya dikaitkan dengan kegiatan memata-matai orang lain untuk mencari iformasi-informasi penting. Dalam lingkungan pondok pesantren, tajassus biasanya digunakan untuk mencari-cari kesalahan orang lain.

           Dalam dunia pondok modern biasanya, dimana disiplin akan bahasa begitu ditekankan. Dibutuhkan mata-mata untuk dapat mengetahui siapa saja santri yang berani melanggar peraturan di pondok. Baik pelanggar disiplin bahasa maupun disiplin keamanan pondok.

           Dalam rangka menciptakan bi’ah lughawiyah yang baik dan bagus, maka dibutuhkanlah tajassus untuk mengetahui siapa saja santri-santri yang melanggar disiplin berbahasa. Sehingga para santri akan selalu merasa terawasi layaknya CCTV yang selalu mengamati gerak-gerik mereka. Karena peran lingkungan begitu berpengaruh terhadap perkembangan santri akan berbahasa. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana menyikapi tajassus di kalangan pesantren ini. dikarenakan tajasus sendiri dilarang dalam al-Qur’an, yaitu pada surat al-Hujurat ayat 12:

            يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا

            Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat ayat 12)  

           Perlu dipahami bahwa kegiatan tajasus yang dimaksudkan oleh al-Qur’an tentu berbeda dengan tajasus dalam disiplin berbahasa di pondok pesantren. Tajasus di dalam ranah pondok pesantren tujuannya adalah untuk kebaikan, bukan untuk keburukan seperti menyebarkan aib seseorang, memfitnah atau mengadu domba.

           Di dalam pondok pesantren, yang mengontrol aktivitas berbahasa santri adalah bagian penggerak bahasa yang bekerja sama dengan para jasus. Lalu para pelanggarnya akan dihakimi ke dalam mahkamah lughah (mahkamah bahasa), sebuah istilah pengadilan bagi para pelanggar bahasa. Biasanya jika hukumannya ringan ia akan dihukum untuk menjadi agen rahasia bertitel jasus, yang tetap harus merahasiakan status jasusnya. Atau jika pelanggarannya berat maka ia akan langsung di gundul kepalanya.        

           Ada pengakuan dari seorang santri yang sudah bertahun-tahun belajar di pesantren modern. Ia menjelaskan bahwa disiplin yang dijalankan begitu ketat dan keras. Terlebih masalah bahasa, bahasa Arab dan Inggris. Seorang santri pasti benar-benar paham bagaimana rasanya dihukum oleh Qismu Lughah (Bagian Penegak Bahasa). Rasanya dimasukkan ke dalam mahkamah lughah (mahkamah bahasa) dan, dihukum selama satu jam bahkan bisa saja lebih. Hanya karena nyeletuk pakai bahasa Indonesia “apa, dimana, kemana”. Hanya satu kata saja, namun seperti bergelimangan dosa memenuhi alam semesta. Dan dihukumi sebagai “mujrim” seorang yang telah berbuat kriminal.

           Tidak cukup hanya dimasukkan ke dalam mahkamah bahasa. “Mujrim” tadi akan diberikan tugas untuk menjadi “spy” sperti Tom Cruise di film  Mission Impossible. Sang Mujrim benar-benar menjelma menjadi agen rahasia yang berkeliaran di lingkungan pondok dan bekerja sama dengan bagian Penegak Bahasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline