Lihat ke Halaman Asli

MUHAMAD ZARKASIH

Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Politik

Pengaruh Kemenangan Joe Biden terhadap Indonesia

Diperbarui: 5 Maret 2021   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Joe Biden telah berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-46, yang bersama Kamala Harris sebagai Wapres mengalahkan petahana Donald Trump. Banyak negara yang menyambut gembira kemenangan Biden, seraya berharap ada sebuah perubahan signifikan atas kebijakan politik luar negeri AS, dimana di Pemerintahan Trump ada beberapa kebijakan yang dianggap kurang menguntungkan bagi beberapa negara.

Pada masa Obama, negara-negara, terutama negara yang penduduknya mayoritas muslim, kebijakan politik luar negeri AS dirasakan begitu ramah dan "tidak mengancam". Obama bisa menempatkan dirinya dengan begitu baik, sehingga ada kesan kuat atas persahabatan dengan negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim. Bahkan saat ia berkunjung ke Indonesia, masyarakat Indonesia seperti dibawa ke satu situasi yang sentimental, yaitu seolah menganggap Obama adalah "orang Indonesia" karena ia pernah tinggal di Indonesia, masih ingat kebiasaan-kebiasaan saat kecilnya di daerah Menteng Dalam, Jakarta Pusat.

Berbanding terbalik dengan Obama, Trump justru menampilkan wajah kurang ramah terhadap masyarakat muslim, lewat kebijakan dalam negerinya yang anti imigran, terutama muslim. Ketidak-berpihakannya kepada kalangan muslim terlihat misalnya ketika Trump meniadakan kebiasaan acara berbuka puasa bersama di Gedung Putih, yang biasanya dihadiri oleh para duta besar negara Islam dan pemuka Agama Islam di AS. Meski pada akhirnya Trump membuat kembali acara itu, secara terbatas yang hanya dihadiri oleh para duta besar negara Islam. Kebijakan "Moslems Ban" yang diterapkan oleh Trump di tahun 2017 lalu adalah sebuah pukulan telak bagi masyarakat muslim dunia.

Joe Biden yang pernah menjadi Wakil Presiden di masa Obama lalu secara simple dianggap akan melaksanakan politik dalam dan luar negeri yang secara garis besar tidak jauh dari pilihan kebijakan politik Obama. Dalam banyak hal Biden akan berbeda dengan Trump. Benarkah itu yang akan terjadi?

Joe Biden dan Kamala Harris adalah bagian dari pelaku politik Amerika. Dan satu hal yang pasti dalam perpolitikan di Amerika bahwa kebijakan negara tidak ditentukan oleh perrangan. Bukan Presiden, apalagi ketua partai.  Belum lagi kuat nya pengaruh dan cengkraman "lobby2 Yahudi", yang selalu mengintai dan  mempengaruhi para capres /cawapres di AS agar kelak dalam mengambil kebijakan apapun tidak akan mempengaruhi eksistensi dan kebijakan Yahudi dimanapun berada.

Amerika adalah negara dengan sistem kenegaraan yang solid. Yang menentukan wajah negara dan bangsa adalah sistem. Dan karenanya hendaknya dipahami oleh semua pihak bahwa kebijakan pemerintahan antara yang satu dan yang lain tidak akan banyak berubah secara mendasar (fundamental) kecuali jika memang terjadi perubahan sistem secara mendasar.

Biden mungkin akan bisa lebih menyentuh hal-hal yang bersifat HAM, karena itu memang kebijakan Partai Demokrat. Kejadian pelanggaran HAM yang selama Pemerintahan Trump seperti diabaikan, misalnya soal muslim Uyghur, bisa saja akan mulai disentuh oleh Biden. Tetapi masalahnya adalah seperti ditulis diatas, bahwa kebijakan politik dalam dan luar negeri dikendalikan oleh sebuah sistem yang kuat, bukan oleh presiden atau partai. Meskipun tetap terbuka kemungkinan akan ada perubahan di sistem itu sendiri karena pengaruh kuat Biden dan Harris.

Lalu bagaimana pengaruh terpilihnya Biden dan Harris terhadap Indonesia? Kebijakan politik luar negeri AS atas Indonesia mau tidak mau harus dilihat juga dari hubungan bilateral antara AS dan Cina, juga hubungan bilateral antara  Indonesia dan Cina.

Pada periode Pemerintahan Presiden Jokowi, kita melihat ada kecenderungan peningkatan hubungan antara Indonesia dan Cina, terutama di soal ekonomi. Sebuah kebijakan yang tak ayal juga melahirkan beberapa kritik keras, terutama soal banyaknya tenaga kerja Cina yang masuk ke Indonesia. Seperti sebuah paradoks:  saat Pemerintah sedang berusaha menurunkan tingkat pengangguran, di saat bersamaan masuk pula begitu banyak tenaga kerja Cina itu.

Kebijakan AS atas Cina tak lepas dari persaingan kedua negara itu dibidang ekonomi dan industri. Namun berbeda dengan Clinton atau Obama, Trump cenderung "lebih lunak" menghadapi Cina. Itu salah satu yang membuat tidak popular di mata para pengusaha di AS. Trump memang punya "beban pribadi" yang luar biasa besarnya di dalam menghadapi Cina. Salah satunya adalah karena sebagai pengusaha Trump memiliki hutang sebesar 400 juta US Dollar. Maka ia pun seolah agak gamang menghadapi dominasi Cina di beberapa negara, termasuk di Indonesia.

Pemerintahan Biden sudah tentu akan lebih tegas lagi dalam menentukan sikap atas Cina, terutama di soal ekonomi dan industri. Pergeseran kebijakan itu pasti juga akan berpengaruh bagi Indonesia. Soal bagaimana bentuk perubahan itu ya kita lihat saja nanti. Bagaimana pun bagi AS Indonesia adalah salah satu negara terpenting di kawasan Timur. AS tidak akan berdiam diri jika supremasinya di bidang politik, keamanan dan ekonomi tergerus oleh kekuatan lain. Dan di Timur, potensi penggerus supremasi AS adalah Cina.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline