Pagi hari itu menjadi kali ke empat atau lebih mungkin, saya dan Pemred senior REPUBLIKA bang IKM (Ikhwanul Kirom) berdiskusi bersama beberapa kawan Azhary di dekat Pondok Gede di ruangan khusus kediamannya.
Diskusi bermula dari kesamaan pernah baca buku Kolomnis terkenal di harian Mesir Al Ahram, Annis Mansur tentang SOLUN AQQOD (ruangan khusus tempat diskusi politik dan keummatan Mesir oleh adib dan ideolog besar Abbas Mahmoud El Aqqod).
Saya selalu menyengajain datang subuh ke ruangan yang sengaja dibuat baru oleh bang IKM itu (disamping karna posisinya berdekatan dengan kantor travel baru saya) dan selalu kita buat diskusi tentang politik keumatan terutama yang berhubungan langsung dengan pergerakan wasatiyyah Alumni Alazhar yang tengah dibesut TGB (Tuan Guru Bajang M Zainul Majdi) dalam konstalasi politik kekinian Indonesia.
Pagi itu diskusi bermula dari keheranan semua kita ( peserta kongkow) tentang maraknya mental yang gampang menuduh negative terhadap pemerintah dengan sangat lantang padahal data yang digunakan adalah produk hoax dan tidak menutup kemungkinan sebenarnya sudah masuk dalam wilayah fitnah?
IJTIHAD POLITIK TGB
Dalam pengantar buku Abqoriyyatnya, Aqqod pernah menulis bahwa tidak semua masalah politik yang dihadapi harus terselesaikan dengan pemikiran dan langkah pergeraka kita. Menurut saya pemikiran ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Imam Syafiie bahwa Politik (dalam pemahaman Ahlusunnnah wal jamaah) adalah merupakan bagian dari fiqih Syariah, bukan pokok dari agama (Usul). berbeda dengan yang difahami dan dilakukan oleh kaum Syiah.
Dan tak salah pula kiranya jika dicocokkan bahwa alasan kenapa ijtihadnya TGB mendukung pemerintahan incumbent dalam wacana keummatan, adalah pula berangkat dari implementasi penterjemahan kondisi pemahaman ini ( maaf kalau salah).
Disadari atau tidak, ijtiha politiknya TGB (yang langsung membackup paslon 01 incimbent Jokowi yang berpasangan dengan KH Makruf Amin untuk melanjutkan pemerintahan dua periode) dalam menyongsong pilpres 2019, telah banyak menyisakan agenda berfikir keummatan yang sangat menarik.
Ummat Islam dibahasakan seolah terbelah dan bahkan digiring untuk berbenturan antara yang ikut seperti TGB atau yang ikut ulama lain yang tidak sejalan dengan ijtihadnya TGB.
Ijtihad politik TGB ini sebenarnya telah memperkaya kedewasaan berfikir ummat kearah yang lebih moderat, dibanding jika tidak beraliansi ke pemerintahan yang incumbent dan hanya focus pada pergerakan otokritik yang justru membuka lebar peluang bergerak secara "tatorruf".
MORAL POLITIK SANG IDEOLOG
Bang IKM (sapaan Ikhwanul Kirom) selalu takhenti-hentinya meyakinkan saya dengan data dan wacana serta komparasi sejarah pergerakan keummmatan bahwa di masa gonjang ganjing politik ummat Islam saat menjelang pilres 2019 ini TGB tengah terposisikan menjadi sang ideolog dalam percaturan moral politik Islam Indonesia. Pembuka jalan baru ideology politik Islam Indonesia yang berkeadaban dan progresif.
Pembawaannya yang selalu santun dan dingin tidak reaktif serta penuh dengan wawasan data yang uptodate, yang membuat suasana lebih tentram dan damai. Gaya ini muncul dalam eufhoria politik identitas yang serba agitatif, jelas sangat mencolok dan menyisakan banyak kesan positif terutama bagi kemajuan moral politik bangsa kita yang berbudaya timur dan mayoritas muslimin.
Tidak hanya itu, saya memang pernah langsung mendengar, tidak hanya sosmed dan masyarakat yang terinspirasi dengan gaya kesantunan dan keadaban TGB dalam berargumen, tapi juga para politikus senior kawakan mengakui kepiawaian TGB dalam meyakinkan kaum awwam dan intelektual dengan narasi politik keummatan yang menambah damai dan kondusif dalam kemoderatan (wasatiyyah).
BLUE PRINT WASATIYYAH AZHAR
Keberpihakan Al-azhar pada pemerintahan yang sah meskipun dalam tekanan ummmat yang sedikit "nyinyir" pada pemerintah, kiranya menjadi klue besar bagi apa dan bagaimana serta akan diarahkan kemana narasi wasatiyyah oleh para alumni Al azhar.
Keterpaduan antara umaro (pemerintah) dan ulama adalah prototype kesejahteraan ummmat yang hakiki, dan kondisi itu yang sebenarnya tengah dibangun.