Lihat ke Halaman Asli

Pengantar Filsafat, Tawaran Kritis di Tengah Bencana Hoaks dan keterbukaan

Diperbarui: 6 Oktober 2018   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Akhir-akhir ini, fenomena yang sangat memprihatikan adalah hoax atau berita bohong. Dilihat dari perkembangan sejarah Nusantara, hoax bukanlah produk baru, melainkan suatu kata yang baru populer di abad postmodern, namun realitasnya sudah lama dikonsumsi ditengah-tengah masyarakat. 

Hoax yang berarti berita bohong, sudah terlihat pada penulisan tentang sejarah-sejarah yang disusun oleh peneliti-peneliti barat di masa penjajahan. Hal demikian terbukti dengan adanya peneliti-peneliti lokal yang meneliti ulang tentang sejarah Nusantara.

Hoax seperti rokok yang telah dibakar, dan ketika terus dihisap dengan perlahan akan membakar batangnya hingga tidak disebut lagi dengan rokok, tetapi puntung rokok serta dibuang. Baru beberapa hari ini, penomena hoax yang paling berkesan yaitu beredarnya informasi Ratna Serumpet, seorang aktifis yang dipukuli oleh preman yang tidak dikenal. Informasi tersebut membuat sebagian orang di negeri ini, angkat bicara dan ternyata informasi tersebut hanyalah hoax dan diakui sendiri oleh Ratna Serumpet.

Bila melihat pada Suriah salah satu negara yang berada di timur tengah, ulamanya mengatakan "Jika Indonesia tidak ingin seperti Suriah, maka berita hoax harus dibendung dan tidak dikonsumsi ditengah-tengah  masyarakat". Artinya hoax sangat menakutkan, karena bisa menghancurkan suatu negara. 

Melihat kembali istilah penjajah zaman dahulu yang menggunakan politik adu domba yaitu pecah belah lalu kuasai, namun sekarang lebih menakutkan lagi, mengapa demikian? Karena bukan hanya pecah belah lalu kuasai, namun terlebih dahulu hancurkan baru kuasai.

Saat ini, yang disebut dengan istilah zaman milenial, alat untuk mempercepat berita hoax berkembang sudah mapan sekali. Setiap orang bisa mengetahui sesuatu yang berada jauh dari dirinya dengan sangat cepat. Tidak tebang pilih, mau kecil atau dewasa, bisa mengakses informasi dengan cepat. Oleh sebab itu, perlu suatu alternatif yang jitu sehingga politik hoax ini bisa dibendung dan tidak dikonsumsi ditengah-tengah masyarakat.

Pertanyaan yang mendasar dalam mengatasi bencana hoax, adalah harus dimulai dari mana ?

Hoax disebarkan oleh seseorang disuatu media (pada umumnya) dan dikomsumsi oleh orang lain baik melalui media ataupun dari mulut kemulut. Pada masalah ini ada dua unsur pokok, pertama ada orang yang menyebarkan dan menerima. Kedua ada media yang dijadikan alat untuk menyebarkan dan menerima.

Media tidak akan berfungsi jika tidak ada orang yang menggunakan, baik dalam bentuk menyebarkan ataupun menerima. Di sisi lain, media juga bisa digunakan untuk hal-hal yang baik, seperti menyebarkan informasi yang benar. Orang tetap akan eksis tanpa ada suatu media, dan media tidak hanya berguna untuk menyebarkan hoax, namun juga intuk informasi yang baik.

Analisa di atas menunjukkan bahwa manusianyalah yang paling mendasar, karena dengan manusia yang baik bisa menebarkan kebaikan dan dengan manusia yang buruk bisa menebarkan keburukan. Oleh sebab itu bencana hoax harus ditanggulangi mulai dari manusianya.

Permasalahan selanjutnya adalah, bagaimana cara manusia untuk mengatasi masalah hoax? Apa yang bisa digunakan manusia untuk menangkis atau memilah dan memilih informasi seperti apa dikategorikan hoax dan informasi seperti apa yang bukan hoax ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline