Lihat ke Halaman Asli

Jay Z. Pai

menulis saja

Kedalaman Laut

Diperbarui: 28 Juli 2024   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokpri

Tahun 90-an di Kota Baringtonia, pabrik pengalengan ikan bertumbuh pesat. Mungkin prospek ini di lihat bagus oleh para investor. Mengingat Baringtonia adalah kota pesisir dengan pendapatan utama berupa hasil laut, umumnya ikan. Ada satu jenis ikan yang menjadi maskot di kota ini, namanya katsuwonus pelamis.


Bagi setiap pemuda yang putus sekolah ataupun tidak, keberadaan pabrik olahan ikan merupakan peluang kerja. Pabrik memberi mereka harapan menyambung hidup. Bagi pabrik, cita-cita anak muda seperti ini adalah aset yang tidak boleh disia-siakan.

Gedung-gedung mulai bermunculan di pusat kota. Setiap pagi ada saja orang berkumpul untuk mendaftar pekerjaan. Mereka berasal dari berbagai pelosok kampung. Ada juga yang dari pinggiran kota. Mereka para pengangguran yang sumber ekonominya tergusur oleh bangunan-bangunan besar.

Para nelayan yang kehilangan lautan itu akhirnya hijrah. Dari penangkap ikan menjadi pengaleng ikan olahan. Dari nelayan menjadi buruh pabrik.

Bagi seorang buruh pabrik, setiap hari adalah sama. Bangun lebih pagi dari ayam, mandi lebih cepat dari angsa, dan berangkat kerja lebih cepat dari kuda, adalah ritus harian. Tapi hari itu sedikit berbeda bagi seorang pria yang sedang dalam kecemasan. Cemas karena istri yang melepasnya kerja sedang hamil tua.

"Kalau ada apa-apa, jangan lupa hubungi Aku".

Kemudian pria dengan kecemasan itu berangkat mencari hidup. Dan sang istri, sambil mengusap perut, menatap suaminya hilang ke dalam lorong-lorong sempit, dan sekejab bergabung dengan kemacetan jalan raya.

*****
Dering telepon tiba-tiba berbunyi nyaring. Ruang pabrik pengalengan ikan yang luas tidak bisa menyembunyikan suaranya. Pria dengan sarung tangan dan potongan ikan kecil yang menempel di pakaiannya segera mengangkat telepon. Tidak sampai 2 menit, di ujung telepon hanya terdengar suara.

"Tunggu, Aku segara pulang".

Dia segera berlari, membiarkan telepon yang baru digunakan bergelantungan begitu saja. Kali ini dia harus buru-buru mengambil motor diparkiran, menyalakannya, dan bergegas menuju rumah. Hingga lupa mengganti pakaian yang dari tadi lusuh dan kotor karena bercak darah ikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline