Lihat ke Halaman Asli

Jay Z. Pai

menulis saja

Kopi Tak Selalu Tepat Waktu

Diperbarui: 24 Juli 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokumen pribadi.

Pagi itu di Kota Baringtonia. Sekawanan burung terbang bagai lukisan di awan cerah dan matahari baru setinggi atap kandang ayam. Orang-orang mulai beraktivitas seperti biasanya. Mobil-mobil dengan muatan besar mulai berurut dijalanan membuat macet perlahan. Kesibukan khas sebuah kota industri.

Baringtonia adalah kota industri di ujung utara Asiatica. Dulu hanya terkenal sebagai kota industri pengalengan ikan. Sampai-sampai di tengah kota ada tugu ikan. Namun sekarang telah berkembang beberapa perusahan yang bergerak di bidang pengolahan bahan semen dan minyak kelapa.

Di sepanjang jalan utama, aroma minyak kelapa selalu mengisi udara, dan kadang-kadang seperti oksigen. Sebagian besar orang membencinya, sebagian lagi menyukainya dan hanya beberapa yang benar-benar menikmatinya, salah satunya Langit.

Saat berkendara dengan sepeda motor, seringkali dia sengaja membuka masker untuk sekadar menikmati bau minyak kelapa. Padahal di musim pagebluk seperti sekarang, poster wajib pakai masker terpampang di mana-mana. Artinya udara bisa membunuhmu jika tidak berhati-hati.

***

Berawal dari Langit, lelaki kutu-buku dengan lingkaran mata panda yang berlari memasuki kelas paling ujung di Kampus 45. Dia tau, kali ini dia benar-benar terlambat dan pasti di hukum berat. Dikepalanya sudah terbayang wajah seram dosen teknik arsitek yang terkenal killer.

"Cepat keluar dan bawa alasanmu, atau saya yang keluar dari kelas ini. Kau bisa seribu kali terlambat di kelas lain, tapi jangan di kelas ini". Tegas Pak Doktorandus.

Langit mengumpat dalam hati, jika bukan karena menyelesaikan tugas sampai pagi buta, kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Tapi sudahlah, yang sudah jadi bubur mustahil jadi nasi lagi. Apalagi nasi goreng. Ahhh, buang jauh-jauh harapan itu.

Dengan wajah kesal, Langit segera pergi meninggalkan kelas menuju halaman depan kampus, mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana, dan memutar lagu Mis Melly yang berjudul 'tak tahan lagi'. Sambil menatap ke jalan raya, dia berpikir setelah ini mau kemana lagi.

"Sudah kita ngopi saja". Langit membalik badannya dan mencari asal suara. Itu ternyata Bintang, teman sekampusnya namun beda fakultas. Saran temannya ini ada benarnya juga. Mungkin caffein bisa mendatangkan ketenangan walau sementara.

Langit dan Bintang adalah sahabat sejak  kecil. Dua-dua suka kopi hanya beda cara penyeduhan. Yang satu menyukai manual brew sedang yang satunya lagi menyukai model penyeduhan ala tekongan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline