Lihat ke Halaman Asli

Tugas Pelanggaran HAM

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum adalah  suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkendali dan hukum merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Menurut Satjipto Raharjo, hukum dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, bagi hukum,masyarakat merupakan sumber daya yang memberi hidup (to nature) dan menggerakkan hukum tersebut. Masyarakat menghidupi hukum dengan nilai-nilai, gagasan, konsep, disamping itu masyarakat juga menghidupi hukum dengan cara menyumbangkan masyarakat untuk menjalankan hukum. Kita mengetahui dari perspektif sosiologis hukum, hukum itu hanya bisa dijalankan melalui campur tangan manusia, sebagai golongan yang menyelenggarakan hukum, maupun mereka yang wajib menjalankan ketentuan hukum. Dengan demikian masuklah aspek perilaku manusia ke dalam hukum.

Hukum sangant berhubungan erat dengan masyarakat. Walaupun masih ada hukum itu namun perilaku menyimpang masih banyak terjadi di kalangan masyarakat. Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan istilah HAM. Pengertian Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat tetap.

Menurut pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Rapublik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Jika kita mendengar tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia pasti kita berfikir negatif. Banyak kasus yang berat maupun ringan yang melanggar hak asasi manusia seperti hak hidup, hak menyampaikan pendapat, hak berorganisasi, hak mendapatkan perlindungan di depan hukum, dan masih banyak lagi. Seperti pelanggaran hak asasi manusia yang masih banyak diperbincangkan yaitu kasus ISIS. Kekejian dan perbudakan yang terjadi sangat mengerikan dan miris untuk dilihat.

Banyak kasus juga yang berhubungan dengan hak asasi manusia yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu.

Insiden trisakti

Kali ini saya akan membahas tentang pelanggaran hakasasi manusia yang terjadi beberapa tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1998.

Aksi-aksi mahasiswa yang telah bergulir sejak awal 1998 semakin marak dan menular ke banyak kampus di seluruh Indonesia. Aksi-aksi itu umumnya menuntut agar segera dilaksanakan reformasi di berbagai bidang, termasuk reformasi politik. Aksi mahasiswa yang terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan momentumnya pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Universitas Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta. Peristiwa ini merenggut nyawa empat orang mahasiswa Trisakti akibat tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian.

Sejak saat itu, perubahan terjadi dengan cepat, perlawanan dengan aparat, pembakaran gedung dan kendaraan, penjarahan dan tindakan kriminal lain telah memicu perubahan politik di tingkat elit dengan puncaknya pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia (Fadli Zon, 2004 : 39). Ketika insiden Trisakti terjadi, Presiden Soeharto berada di Cairo sejak 9 Mei 1998 menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15 (Fadli Zon, 2004 : 46).

Tanggal 12 Mei malam dilaksanakan rapat yang membahas kasus Trisakti di Mapolda Metro Jaya dipimpin Kapolri Jenderal Pol Dibyo Widodo dan dihadiri antara lain dari unsur Kodam Jaya yaitu Syafri dan Kasdam Brigjen TNI Sudi Silalahi, dari Polda yaitu Hanani Nata dengan stafnya. Dari Universitas Trisakti hadir Rektor Usakti, Prof. dr. Moedanton moertedjo, kepala keamanan dan ketertiban kampus Ir. Arri Gunarsa, ketua alumni Trisakti, Komnas HAM diwakili oleh AA Baramuli dan Bambang W. Soeharto. Dari pihak Trisakti mengatakan ada unsur penembakan.

Di dalam rapat, Rektor Trisakti meminta agar kasus ini diusut. Ia juga meminta pemerintah danABRImenyatakan bela sungkawa serta datang ke Trisakti. Kemudian Kapolri meminta Pangdam Jaya atas nama pemerintah dan Abri datang ke Kampus Trisakti untuk menyamopaikan bela sungkawa. Usai rapat, Syafrie memimpin konferensi pers pukul 01.00 tengah malam atu telah masuk tanggal 13 Mei 1998. Karena pada saat itu Rektor Trisakti mengatakan bahwa mereka tidak mau melihat polisi, maka sesuai kesepakatan rapat, Syafrie menyatakan ucapan bela sungkawa atas nama pemerintah (Fadli Zon, 2004 : 48 – 49).

Huru Hara Mei 1998 berisi tentang kerusuhan Jakarta, Rabu, 13 Mei 1998, merupakan hari berkabung atas gugurnya mehasiswa Trisakti. Pada hari ini keempat mahasiswa Trisakti yang kemudian diberi penghargaan sebagai “Pahlawan Reformasi” dimakamkan. Kemarahan mahasiswa dan masyarakat telah menyebar, aroma kerusuhan telah menyengat. Penembakan mahasiswa Trisakti adalah pemicu huru hara yang telah meluluh lantahkan Jakarta dan beberapa kota lain selama tiga hari berturut-turut (Fadli Zon, 2004 : 89).

Pada hari Kamis 14 Mei 1998 dini hari, Jakarta kedatangan gelombang massa menyerbu seperti layaknya ada yang menghasut dan memerintahkan untuk menuju ke pusat-pusat perdagangan, pertokoan dan perkantoran milik WNI keturunan Cina di kawasan kota, kawasan Mangga Besar, kawasan Senin, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Daan Mogot dan lain-lain. Mereka datang denga sangat beringas untuk melakukan perampokan, penjarahan, dan penembakan serta yang paling mengenaskan bahwa mereka juga melakukan pelecehan seksual terhadap wanita-wanita keturunan Cina, encim-encim dan amoy-amoy dan bahkan sampai kepemerkosaan yang sangat biadab dan memalukan. Yang paling tragis adalah pembakaran terhadap Klender Plaza dan 200 orang karyawati pertokoan tewas terpanggang (Tuk Setyohadi, 2002 : 176).

Akibat dari politik Huru Hara Mei 1998 dengan puncaknya pada tanggal 14 Mei 1998 banyak menelan korban dan kerugian. Kepada Pers, Gubernur DKI Sutiyoso mengumumkan, kerusuhan itu menelan sedikitnya 500 korban jiwa, 4.939 bangunan rusak dibakar, 1.119 mobil pribadi dan angkutan umum 66 unit hangus dibakar, 821 unit sepeda motor hangus dibakar, 1.026 rumah penduduk yang terlalap api. Jumlah bank yang dirusak mencapai 64 bank, dengan 313 kantor cabang 179 kantor cabang pembantu, dan 26 kantor kas. Kerugian fisik banguna mencapai Rp 2,5 triliun, belum termasuk isinya (A. Pambudi, 2007 : 9-10).

Menurut TGPF, kerusuhan di Jakarta dimulai sore hari,13 Mei 1998dan pagi hari sampai siang hari 14 Mei 1998. Pada umumnya, kerusuhan berlanjut hingga 15 Mei 1998. Dari polanya, kerusuhan dimulai dengan kerumunan massa (usai jam kantor pada hari Rabu, 13 Mei 1998 dan sepanjang 14 Mei 1998). Massa tersebut terdiri dari penduduk, pekerja, anak-anak tanggung di sekitar lokasi, serta kerumunan massa yang tidak jelas. Kemudian muncul beberapa orang (2-3 hingga 10-12 orang) melakukan provokasi, dengan memancing keributan (menantang penjaga keamanan, membuka perkelahian massal, membakar ban mobil, dan melempar batu). Provokator berhasil memancing massa yang berkerumunan untuk mulai melakukan pengrusakan (Fadli Zon, 2004 : 106-107).

Secara keseluruhan, kondisi tanggal 13 Mei 1998 dapat ditangani dan dilokalisir. Mejelang malam, gerombolan massa semakin berkurang. Tanggal 14 Mei, kurang lebih pukul 11.00 atas dasar perkembangan situasi yang ditimbulkan oleh aksi kerusuhan yang terjadi di wilayah Jakarta, Tanggerang dan Bekasi dan terjadi penarikan anggota Polri di posnya, maka dilakukan pengambilalihan Kodal Operasi kepada Pangdam Jaya sebagai implementasi dari dasar TR Pangab selaku ketua Bakorstranas Nomor TR/14/STANAS/1998 dan Skep Pangab Nomor 658/X/1996 tentang Juklap ABRI tentang operasi penanggulangan huru hara. Inti TR Nomor 14/STANAS/1998 bahwa Kapolda pemegang Kodal bila terjadi huru hara.

Cuplikan diatas adalah ringkasan peristiwa Trisakti yang merenggut banyak korban, tidak hanya orang dewasa, mahasiswa, anak-anak namun bangunan, fasilitas umum dan tempat umum juga menjadi korban Insiden Trisakti ini yang terjadi tahun 1998.

Berkitan dengan pelanggaran hak asasi manusia tentu banyak sekali peristiwa atau kejadian yang menyangkut haka asasi manusia pada Insiden Trisakti ini. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat misalnya pada kasus pembunuhan, penembakan, pembakaran, pemerkosaan, dan masih banyak lagi peristiwa yang melanggar hak asasi manusia.

Di Indonesia mempunyai Instansi untuk menegakkan hak asasi manusia yaitu Komisi Perlinduangan Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal KOMNAS HAM. KOMNAS HAM mempunyai wewenang yaitu sebagai berikut:

1.Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah

2.Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi

3.Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti

4.Memberi saran kepada phak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan

Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia harus melindungi hakasasi seseorang atau kelompok untuk menyampaikan pendapat, hidup, bergabung denga partai olitik, memilih dan dipilah dalam pemilu, mendapatkan perlindungan yang sama di bidang hukum, dan masih banyak lagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline