Baru kali ini saya tidak pakai batik di Hari Batik Nasional. Pasalnya, saya tengah berada di pelosok daerah, di daerah pertambangan yang berdebu, panas dan beraroma alam. Tentu sangat tidak tepat pakai batik.
Tapi Anda perlu tahu, saya ini sejak dulu suka pakai batik. Terutama batik yang bahannya seratus persen katun.
Dulu, dan dulu sekali, ketika saya masih muda dan baju batik adalah barang langka dan cukup mewah untuk ukuran saya. Paling banter sekali setahun beli. Pada saat menjelang lebaran saja. Itupun belinya di pasar sentral yang bisa ditawar semurah-murahnya.
Mulai awal tahun 2000-an, ketika saya sering bolak-balik Makassar - Jakarta untuk berbagai urusan, saya sudah mulai bisa membeli batik, khusus untuk saya pakai sehari-hari bukan untuk dikoleksi.
Bahkan ada suatu ketika saya nyaris tiap hari pakai batik. Hari libur, bahkan hari Minggu sekalipun. Malah ada teman saya yang berseloroh waktu hari Minggu saya pakai batik nongkrong di warung kopi di Makassar. Dia bilang, "Dari ibadah minggu, Bos?"
Tentu saja saya terusik, sebab saya ini muslim yang taat. Dalam hati saya cuma menanggapi, kalau bercanda ukur-ukur, Bos!
Dan tahukah Anda, saya paling suka beli batik di bandara. Di bandara mana saja, yang penting ketika saya bepergian dan menunggu boarding, maka etalase favorit saya di bandara adalah etalase yang menawarkan batik. Tak usah saya sebut mereknya, nanti dianggap iklan. Inisialnya saja, yakni batik 'K'.
Tentu Anda sudah mengenal batik kesukaan saya itu. Harganya dulu berkisar Rp. 200.000 hingga Rp. 300.000, harga yang cukup terjangkau dan enak dipakai. saya paling hobi model lengan pendek.
Malah tak jarang saya ke Jakarta tak membawa pakaian. Hanya baju di badan. Alhasil hampir semua model dan corak batik itu telah saya miliki. Pada akhirnya saya hanya bisa mengucapkan Alhamdulillahirabbilalamin.
Selamat Hari Batik Nasional
ZT -Batulicin, 2 Oktober 2019