Lihat ke Halaman Asli

Zainal Tahir

Politisi

Pacarku, Ternyata Bohong!

Diperbarui: 2 Oktober 2019   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber : pxhere.com)

Kamis sore, pukul 16.25. Sepanjang Jalan Sungai Saddang yang tidak terlalu lebar itu, All New CR-V yang kukemudikan merayap pelan, seperti menghitung meter demi meter jalanan yang cukup padat ini.

Untuk sampai di perempatan depan sana, rasanya aku harus memelihara sabar, agar tidak berkali-kali membunyikan klakson. Percuma, masih ada puluhan mobil di depanku, dan entah berapa banyak lagi kendaraan yang masih antri di belakangku, merambat pelan agar bisa melewati trafick light itu yang kurasa agak macet alias nyalanya tidak normal.

Huh! Lampu merah begitu cepat menyala, sementara yang hijau terlalu cepat ganti warna. Sialan! Aku harus berhenti lagi, menjaga kesabaran lagi.
Getaran Communicator E90 yang kukantongi, terasa menusuk-nusuk daging dadaku.

Ada SMS yang masuk! Kupastikan itu dari Fatmia, sebab sejak siang tadi sudah belasan kali kukirimi SMS dengan sepenggal kalimat pendek bernada tanya penuh cemas semisal; apa kabar, Honey? Di mana posisinya, Say? Lagi ngapain saat ini, Yang?

Hm, malah ada SMS yang kukirimkan berbunyi begini; Apa yang terjadi padamu saat ini, Sayang? Kok SMS-ku nggak dibalas-balasa sih?

Dan, setelah kubuka Hp, ternyata SMS dari Mawardi, sahabatku, yang mengajak nongkrong di Ballezza Cafe setelah matahari terbenam, sembari bareng-bareng buka Facebook.

Lagi-lagi aku kecewa. Bukan SMS dari Fatmia. Tapi tak apalah, ajakan Mawardi barusan, cukuplah menjadi obat penenang hatiku yang sedang galau seperti saat ini. Moga-moga saja Mawardi juga menghubungi Uki, Abraham, Ilham dan Anto, sehingga acara nongkrongnya nanti bisa lebih semarak.

Aku telah melewati persimpangan Sungai Saddang -- Latimojong, ketika tiba-tiba telepon genggamku bergetar lagi. Kali ini diiringi nada panggil suara azan di Masjidil Haram, nada panggil yang setahun terakhir tak pernah kuubah.

Dan, betapa riangnya hatiku begitu melihat, yang mengcall barusan ternyata Fatmia. Buru-buru kuangkat dan langsung nyerocos, ''hai, sayang....?''

Eh, ternyata handphone-nya hanya berbunyi tut, tut, tut! Dimatikan sepersekian detik lalu. Mataku melotot ke layar mungil komunikatorku. Oh, ternyata Fatmia hanya men- missed calls, mengharap aku menghubunginya kembali. Mungkin dia kehabisan pulsa.

''Halo, Sayang?'' Aku mulai percakapan dengan sapaan khas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline