Saya geli sendiri begitu mendarat di Cape Town, Afrika Selatan, Sabtu pagi akhir pekan lalu, 1 Desember 2018, setelah membuka handphone dan terkoneksi internet di Bandar Udara Internasional Cape Town. Yang pertama saya lirik adalah Whatsapp. Di situ ada beberapa pesan masuk. Dari beberapa orang keluarga saya yang ada di Kabupaten Gowa, tempat kelahiran Syekh Yusuf, Tuanta Salamaka.
Ternyata, mereka yang mengirim pesan itu mengira saya akan berziarah ke makam Syech Yusuf yang berada di Ko'bang, Lakiyung, Kabupaten Gowa.
Ternyata, mereka membaca status saya di media sosial, dimana sebelum saya take off, saya mengupdate status bahwa saya akan berziarah ke Makam Syekh Yusuf Tuanta Salamaka, tanpa menyebut lokasi makam yang mana?
Hehehe, ziarah ke makam Syekh Yusuf Al Makassari Tuanta Salamaka di Cape Town, dikira saya mau pulang kampung ke Lakiyung Kabupaten Gowa. Apalagi saat ini saya sedang mencalonkan diri jadi anggota DPR RI dari PDIP, yang setiap saat selalu turun ke daerah pemilihan, termasuk kampung halaman saya di Gowa. Gerakan saya selalu dipantau oleh keluarga saya dan juga konstituen saya di sana.
Makam Syekh Yusuf, wali besar dan pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan di abad ke 17, berada di 5 tempat berbeda. Selain di Kabupaten Gowa, makam Syekh Yusuf juga berada di Banten, Simenep Madura, Srilanka dan di Cape Town, Afrika Selatan.
Dulu, Semasa hidup Syekh Yusuf, ia memiliki banyak pengikut yang ada di setiap tempat persinggahannya dalam jalur pelayaran dari makassar ke Arab Saudi. Afrika Selatan adalah tempat pengasingannya ketika melawan kolonial VOC. Di kota bernama Cape Town atau Tanjung Harapan itu, ia masih bisa tetap berjuang menyiarkan agama Islam, dan sangat berpengaruh di wilayah paling selatan benua Afrika itu.
Tahun 1699 Syekh Yusuf wafat di Cape Town. Konon, kabar meninggalnya Syekh Yusuf tersiar ke nusantara hingga begitu cepat sampai di Kerajaan Gowa, melalui kekuatan magis. Raja gowa ke-14, Sultan Abdul Jalil, saat itu cepat bertindak untuk memulangkan jenazah Syekh Yusuf ke tanah kelahirannya.
Namun hal itu bukanlah perkara mudah lantaran tak mendapat izin dari kolonial VOC. Soal upeti yang tak mau dipenuhi Kerajaan Gowa dan pengaruh kuat Syekh Yusuf di Nusantara yang menjadi alasan ditolaknya keinginan si Penjajah.
Akhirnya, pihak Kerajaan Gowa menyiapkan pasukan Tobarani. Ipar raja, Sultan Malikusaid, memberikan amanah kepada pasukan, "Jangan pulang jika bukan jasad asli Syekh Yusuf!"
Dan, tahun 1705, pemulangan jenazah Syekh Yusuf berhasil dilakukan oleh Sultan Abdul Jalil.
Dari Cape Town, jenazah Syekh Yusuf singgah di beberapa tempat yang dikenal banyak pengikut Sang Wali terutama pengikut tarekat Khalwatiyah seperti Sri Lanka, Banten, Sumenep (Madura), dan terakhir Makassar. Di daerah-daerah itu pengikut Syekh Yusuf berinisiatif membangun makamnya.