Lihat ke Halaman Asli

Zainal Tahir

Politisi

Di Kebekuan Saint Petersburg

Diperbarui: 26 November 2018   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

penulis berlatar Masjid Biru di Saint Petersburg. (dokpri)

 

Hanya 3 hari 2 malam saya berada di St Petersburg, Rusia. Rasanya terlalu kurang waktunya. Tak mungkin bisa mendatangi semua obyek yang menarik di kota itu.

Tiba di Sant Petersburg, sekitar pukul sembilan pagi waktu setempat. Di atas Sapsan hangat, tapi begitu turun dingin dan bersalju. Tapi masih gelap. Yang pertama saya cari adalah makanan umum, dan tentu saja halal. Maka pilihan jatuh pada Mc Donals. Chicken nuget dan kentang, saya pikir tak perlu lagi khawatir soal halal haram. Hanya ini yang masuk akal.

 Tepat hari ini pada tujuh tahun lalu saya berada di St Petersburg, Di awal musim dingin di kota itu bertepatan hari ulang tahun isteri saya yang ke-36. Saya menghadiahinya sebuah kecupan di depan Hermitage yang lapang.

 Musim dingin di St Petersburg gelap dan bersalju, namun saya  bisa merasakan keindahan unik di sini. Ada nuansa yang berbeda bagi kota selama musim dingin. Budaya dan sejarah yang membentuk inti kota benar-benar menjadi hidup. Berjalan menyusuri Nevsky Prospekt terasa seperti memasuki sebuah novel Rusia abad ke-19 dalam selimut salju putih segar.

 Isteri saya pun merasa terkagum-kagum di hari lahirnya itu. Ia nampak menikmati Hermitage Museum, Istana Musim Dingin, tempat di mana keluarga kerajaan tinggal selama bulan-bulan musim dingin, Gedung besar yang merupakan salah satu bangunan paling menakjubkan di Rusia  ini, terlihat paling bagus saat ditutupi lapisan salju. Ini adalah rumah bagi keluarga Tsar atau Tsarina selama masa pemerintahannya, dan juga lokasi utama untuk menghibur tamu penting.

 Sementara bagian dalamnya nampak sangat memukau.  Ada banyak ballroom, ruang negara dan ruang ganti yang banyak menarik perhatian. Palace Square, alun-alun utama Saint Petersburg, selalu jadi daya tarik orang-orang yang ingin melihat sekilas rumah mistik penguasa Rusia terbesar itu. Meski warnanya cerah, istana ini menjadi latar belakang banyak kejadian gelap dalam sejarah negara tersebut.

 Salah satu yang paling gelap adalah pembantaian Bloody Sunday pada bulan Januari 1905, ketika 100.000 pekerja tidak bersenjata mendekati istana tersebut dengan harapan dapat mengajukan petisi kepada Tsar Nicholas II, meminta reformasi politik dan pemerintahan.

 Sayangnya, para pekerja ini tidak tahu bahwa Tsar tinggal di Istana Alexander di kota Tsarskoe Selo, dan saat mereka mendekati gerbang istana, lebih dari 1000 pria, wanita dan anak-anak ditembak jatuh oleh pasukan Imperial. Pembantaian ini adalah salah satu katalisator bagi jatuhnya rezim Tsar di Rusia.

 Menjelang Sore kami baru bisa berada di tepi Sungai Neva. Langit St Petersburg sudah mulai kelam. 

 Sepanjang pusat kota, hampir tidak mungkin berjalan lebih dari beberapa menit tanpa melintasi kanal. Selama masa Imperial, sebagian besar perjalanan kota berlangsung di jalur air, dan akses ke Laut Baltik menjadikannya pelabuhan perdagangan yang penting. Namun, tidak seperti kanal-kanal di Amsterdam, di kota yang mengilhami Peter the Great untuk membangun St Petersburg, kanal-kanal tersebut secara teratur membeku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline