Bukan Phoenam, tapi Punam alias puas nambah. Punam adalah warung gerobak. Ada tiga bangku kayu yang mengelilinginya. Ngetem sambil ngopi di sini tak bikin resah soal isi dompet. Sangat terjangkau. Serba murah.
Kalau Phoenam, itu yang di sebelah. Warung kopi khas Makassar yang ada di ruko 4 lantai. Lantai 1 full AC, tapi orang-orang tetap merokok. Lantai 2 bebas asap rokok. Tak afdol rasanya warung kopi tanpa rokok, itu kata pengunjung Phoenam. Semenjak Phoenam bergeser ke dekat Stasiun Gondangdia ini, salah satu sisinya ditempeli spanduk oleh kawan-kawan yang hobbi main domino, hingga dini hari. Spanduk bertuliskan Phoenam DOMINO Community. Di situ kopi susunya Rp. 28.000 secangkir. Jika nongkrong berempat, Anda membayar tak jauh dari pe'go.
Tapi asyik juga ngopi di Phoenam Gondangdia, Jakarta. Buktinya, dalam seminggu saya tak singgah di sini, perasaan saya jadi lain gitu. Ada daya tariknya tersendiri, selain kopi Toraja yang khas itu.
Warkop Phoenam memang jadi icon dan tempat nongkrongnya anak-anak Makasssar di Jakarta ini. Kalau mau ketemu orang sambil santai-santai ngopo dan ngerokok, memang cocoknya di warkop ini. Ketemu dengan orang-orang dari kalangan menengah ke bawah, hingga kalangan atas level menteri.
Nah, kalau Punam, yah... tenda gerobak yang ada di sampingnya. Di sini ada juga kopi susu dan teman-temannya. Indomie telur dan kawan-kawan. Ada juga ubi goreng. Bakwan juga ada. Kacang dan tahu tempe juga tersedia.
Saya kalau tak ada agenda terlalu penting di Phoenam, saya hanya transit di Punam. Kopi hitamnya hanya Rp. 4000. Di sebelah Rp. 23.000. Bertiga saya nongkrong cuma bayar Rp. 40.000. Saya sendiri menikmati kopi hitam, Indomie telur, kacang dan ubi goreng dua biji.
Dan, sedapat mungkin saya menghindari jadi perokok pasif. Sampai di rumah, habis dari Phoenam, celana dalam pun bau asap rokok.
Beberapa kawan punya tabiat, janjian meeting di Phoenam, pesan kopi susu harga Rp. 5000 di Punam. Ketika orang yang ditunggu sudah datang, ia langsung membalik piring alas gelas, menutup kopinya. Selesai urusan di dalam Phoenam, keluar lagi menikmati kopinya. Atau gelas kopinya bergeser ke meja domino.
Kebiasaan ini juga sering dilakukan beberapa pengunjung reguler yang setiap hari kelihatan di Phoenam. Apalagi yang tak begitu sibuk orangnya. Atau pengangguran tapi seolah-olah super sibuk dan sekonyong-konyong punya agenda yang begitu padat bertumpuk.
Yah, seperti saya inilah kadang-kadang.
ZT -Tugu Tani, 23 November 2018