Lihat ke Halaman Asli

Zainal Tahir

Politisi

Status Perjalanan (21), Menanti "Sommer"

Diperbarui: 3 Mei 2018   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Swafoto di depan perpustakaan di Hochschule Wismar (Dokumentasi Pribadi)

Saya memeluknya erat, menjelang subuh, sesaat setelah ceck in di Terminal 1 Malpensa Airport, Milan, Italia. Tak terasa air mata saya menetes menyaksikan ia berdiri mematung di depan pintu kaca ruang pengecekan barang tentengan ke kabin, sebelum masuk ke Pasport Control.

Ia masih tetap berdiri di situ. Lama, memandangi kami yang sedang diperiksa ketat oleh petugas bandara. Dengan tangan, saya isyaratkan agar ia segera menjauh. Tak tahan saya rasanya memergoki tangannya mengusap mukanya. Apalagi sejak tiba di Milan Kamis (11/1) yang lalu, ia sepertinya kena flu berat dan agak demam. Untung saya tak pernah lupa bawa Panadol dan isteri saya selalu mengantongi Propolis.

Gimana saya tak terharu, 2 tahun kami tak bertemu. Lalu kami mengajaknya jalan keliling kota-kota Eropa selama 3 minggu terakhir. Sebab, dialah andalan kami. Ia menguasai bahasa Inggris dan Jerman dengan baik. Setelah itu, di Bandara ini, kami berpisah lagi.

Kami siap-siap boarding menuju Istanbul, transit 14 jam di sana, lalu kembali ke Jakarta. Sementara ia akan kembali ke Wismar. (Baca juga)

Rifqi Nafiz. Anak sulung saya ini baru saja menyelesaikan student college-nya di Hochschule Wismar dengan nilai 1,7. Saya dan mamanya menghadiri langsung acara graduationnya yang sederhana pada 9 Januari 2018 lalu. Saya sempat tanya dalam nada protes, "Kenapa rendah sekali nilaimu?"

Sambil tertawa ia menjawab, "Termasuk tinggi nilai saya itu, Ayah. Di sini, nilai tertinggi itu 0,7. Nilai terendah 6. Di angkatan saya paling tertinggi nilainya 1,3."

"Oh, gitu. Kalau di Indonesia nilainya A hingga E, standar 0 hingga 4," ujar saya.

"Target saya cuma 2,5. Eh, ternyata bisa 1,7. Nilai Informatika saya tinggi. 0,9. Makanya saya mau lanjut di Universitas di Berlin, mendalami bisnis informatika. Kalau mau lanjut di Wismar ini, saya langsung diterima. Jurusan apa saja yang saya pilih. Tetapi di Wismar ini nanti semester depan baru terbuka pendaftarannya. Masak saya harus menunggu enam bulan lagi, Ayah. Sementara bulan Januari ini banyak universitas di Jerman ini membuka pendaftaran dan akan menerima saya karena nilai saya termasuk tinggi, dan memenuhi kualifikasi yang mereka persyaratkan," jelasnya mendetail.

Saya bersyukur, satu fase terberat bagi mahasiswa international yang akan studi di Jerman, yang telah dilewati anak saya ini. Yakni Student Collegeselama setahun.

Untuk masuk fase ini, ia berjuang keras dan nyaris putus asa setelah hampir setahun ia berusaha ikut ujian masuk. Ia berhasil lulus setelah 6 kali mencoba ikut seleksi yang ketat di berbagai kota di Jerman, dalam kurun waktu lebih 11 bulan.

Dan ternyata, lebih separuh student asal Indonesia harus kembali ke tanah air dengan kegagalan. Sebab dalam setahun berjuang, mereka tak tembus-tembus student college. Itulah sebabnya rata-rata angkatan Rifqi Nafis ini lulus SMU tahun 2015, ketika teman-temannya di Indonesia sudah memasuki tahun terakhir kuliah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline