Lihat ke Halaman Asli

Zainal Tahir

Politisi

Status Perjalanan (15), Tak Mudah Sekolah di Jerman

Diperbarui: 14 April 2018   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Saya sudah berada di tanah air ketika menulis status perjalanan ini.

Dua hari sebelum acara graduation Rifqi Nafiz di Wismar Hochschule, saya selalu berkomunikasi dengan teman-teman anak saya itu. Saya mulai beradaptasi dan akrab dengan mereka. Saya suka mendengar cerita-cerita mereka soal gimana perjuangan mereka hingga bisa mendapatkan tempat  student collegge (stucol)

Mendapat stucol saja susahnya bukan main, apalagi untuk melewati proses belajar selama setahun di situ, dan lanjut ke universitas Jerman. Butuh kerja keras, ketekunan dan kesabaran. Intinya, tak mudah sekolah di Jerman.

Dokumentasi Pribadi

Dalam perbincangan Whatsapp di grup yang dihuni para orang tua yang anaknya mengikuti dan pernah ikut di program pertukaran pelajar di berbagai negara, seorang teman yang anaknya sedang berada di Jerman ikut student exchange selama setahun mengungkapkan, "Selain student college di Jerman, sebenarnya bisa studienkolleg di Jakarta. Tempatnya di Serpong, German Centre. Lebih mudah untuk masuk dan lebih murah living costnya. Setelah lulus, semua pendaftaran dilakukan dari Indonesia, dibantu guru-guru. Jadi pas berangkat, anak sudah fix, langsung  sekolah dan punya tempat tinggal. Dan, ada beasiswanya juga."

Pernyataannya itu langsung saya timpali, "Anak-anak perlu juga menikmati gelombang hidup di negara tujuan, sebelum masuk universitas. Soal Living cost, pasti lebih murah kalau mencari sendiri stukol di Jerman. Hanya deposit yang 8.500 euro pertahun. Aturannya maksimal 700 yang bisa meraka tarik per bulan. Hanya itu yang anak-anak menej sendiri. Secara mandiri."

Saya menambahkan,"Yang penting anaknya siap. Dan, orangtuanya harus lebih siap. Termasuk siap menghadapi kondisi terburuk sekalipun."

Ia langsung menanggapi, "Sayang kalo waktu anak harus terbuang-buang  untuk  ikut ujian masuk studkol beberapa kali."

Dokumentasi Pribadi

Untuk itu, saya menjelaskan panjang lebar bagaimana anak saya hingga sekarang sudah bisa melewati jenjang stucol. Begini : Sewaktu pulang Exchange Student 2014 lalu, Rifqi ditawari yang di serpong itu. Tapi ia tidak mau. Ia hanya ingin ambil sertifikat di Ghothe Institute, dan menerima tawaran biro jas Lado Educare, yang akhirnya kena tipu sekitar 18.000 euro. Akibat ulah biro jasa itu ia terkatung-katung hampir setahun setengah tak berangkat. Setelah berangkat pun, sampai di Jerman ia terlantar. Hingga seminggu tinggal di masjid. Untung dia punya pengalaman setahun pertukaran pelajar, dan rajin bergaul. Ia Banyak teman.

Hampir setahun baru dapat stukol. Dan, ia sangat puas dengan usahanya sendiri. Saya tak pernah kirimi uang selain deposit yang 8.500 itu. Ini pengalaman menarik.

Keberhasilan dan kegagalan berjalan seiring, ibarat sama dengan. Jadi pengalaman ini perlu dishare agar tak terulang pada kita yang berniat sekolahkan anak di Jerman.

Dokumentasi Pribadi

Saya bersyukur Rifqi sudah keluar dari Rumah Sakit di Wismar setelah semimggu di rawat di sana. Tanggal 9 Januari 2018 lalu saya menghadiri acara graduationnya. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline