Hari ketiga berada di Interlaken, Swiss, butir-butir salju dari langit telah jatuh ke bumi bagaikan kapas yang membeku di udara, melayang-layang di pagi yang amat menggigilkan.
Rumah-rumah penduduk di Interlaken, sejauh mata memandang, sepanjang penglihatan memutar, rumah-rumah nampak mengubus berselimut putih yang tebal. Jendela-jendelanya seperti kotak-kotak memancarkan cahaya redup kekuning-kuningan.
Di luar masih kelam. Rabu pagi di Interlaken, 28 Desember 2017. Perca salju yang melayang-layang begitu rapat, dan begitu menggoda kami untuk segera ke luar rumah.
Interlaken -5°C, beku!
Bercengkerama dengan salju. Itulah salah satu tujuan utama kami berkunjung ke Benua Biru di musim dingin penghujung sekaligus berlanjut diawal tahun. Beberapa kesempatan berlalu, saya bersama istri dan si sulung, Rifqi Nafis, sudah pernah bermain di tengah salju. Tetapi Anak ketiga saya, Yafi serta adikku, Asma, belum pernah menyentuh dan memegang salju. Mereka cuma menikmatinya lewat layar TV, atau bersentuhan dengan salju buatan yang dipertontonkan di mal-mal.
Maka mereka pun sudah tak sabar untuk saling lempar-lemparan salju. Tapi di luar masih gelap. Butuh kesabaran kira-kira dua jam ke depan.
Di kota Interlaken, baru hari ini diliputi salju yang begitu tebal. Tahun ini menurut prakiraan cuaca, salju akan selalu turun dalam waktu yang lama. Padahal tahun lalu, para wisatawan penikmat salju harus kecewa karena tidak sebanyak dan setebal saat ini.
Begitu jam menghampiri pukul sembilan pagi, cahaya terang mulai bersuar. Maka kami pun berhamburan ke luar rumah. Ada kesempatan sekitar 40 menit bercengkerama dengan salju sebelum menyusuri jalan bersalju tebal ke ke stasiun Interlaken West menunggu kereta pukul 09.50 jurusan Spiez.
Yang pertama kami lakukan adalah menciptakan Olap Frozen, sambil perang-perangan.
https://www.facebook.com/anthymu/videos/1761162240560636/?t=4