Sebelas tahun lebih baru saya mendarat lagi di bandara megah nan sangat luas ini. Frankfurt Airport. Tahun 2006 silam, belum sebesar ini saya rasa. Waktu itu ada beberapa bagian yang sedang dibangun, atau mungkin sedang direnov.
Juni 2006 silam, bersama sahabat Aidir Amin Daud dan sekitar 30 tokoh di berbagai bidang, kami mengikuti Pelatihan Internasional Hak Asasi Manusia di Strasbourg, Prancis. Sebuah program pendidikan singkat sekitar sebulan, hasil kerjasama Direktorat Jenderal HAM Depkumham RI dengan The International Institute of Human Rights, Prancis.
Hanya sekitar 3 jam naik bus dari Frankfurt ke Strasbourg. Sementara dari Paris ke Strasbourg dibutuhkan 4 jam naik kereta.
Saya mendarat di Frankfurt waktu itu pagi sekitar pukul 09.00 dengan menggunakan pesawat Lufthansa yang dua lantai itu. Kali ini saya bersama Amoez Thene, Asmah Tahir dan Yafi tiba dengan menggunakan Singapore Airlines yang sepi penumpang. Mungkin karena bertepatan malam Natal sehingga pesawat berbadan lebar itu hanya terisi kursinya tak sampai 20%.
Sebelas tahun yang lalu, ketika saya berada di Frankfurt ini, pas bertepatan pertandingan Piala Dunia 2006 antara Argentina melawan Belanda di stadion Frankfurt berkapasitas 45 ribu penonton.
Saya ingat, 22 Juni 2006 kala itu. Malam, dipenghujung musim semi.
Saya ingin sekali menonton kedua kesebesalan itu berlaga, tapi sungguh sangat tak mungkin karena tiketnya, mungkin telah habis terjual sejak setahun sebelumnya.
Maka Aidir Amin Daud saat itu bilang," Jika tidak bisa menonton langsung pertandinganya, cukup tembok stadionnya saja diraba-raba."
Betul, yang penting saat momen penting nonton bola itu, kita telah berada di stadionnya. Tak peduli di dalam menyaksikan langsung atau di luar menikmati layar lebar?
Yang jelas menit pertama usai pertandingan, semua sudah tahu, Argentina melawan Belanda hasilnya imbang, 0 - 0.