Ini cerita bulan lalu ketika saya ke Makassar. Begini:
Baru saja saya keluar dari warung makan Pallubasa Serigala, ketika saya temukan penjual "Buroncong" itu di tepi jalan. Saya menghampirinya sebelum saya naik ke mobil.
Saya langsung pesan sederet Buroncong yang sedang berada di atas tungku pembakaran. Tungku pembakaran itu terbuat dari seng tebal segi empat yang menyatu bersama gerobak sederhana milik Penjual Buroncong itu. Di atas tungku seng itulah terletak cetakan Buroncong yang terdiri dari dua deret cekungan serupa busur derajat. Sederet bisa menghasilkan 12 biji Buroncong yang manis kegurih-gurihan.
Pokoknya lezatlah dan nikmat, terlebih ketika Buroncong itu dinikmati bersama kopi di salah satu warkop yang banyak bertebaran di Makassar.
Jadi, sederet Boroncong panas yang saya beli itu hanya Rp. 10.000, sudah dapat 12 biji. Tentu saya tidak mau ambil yang sudah tersedia dalam boks kaca, yang telah lama tercungkil dari pemangganya itu.
Sensasi menikmati Buroncong itu ketika masih panas. Dan, yang bikin aroma khas dan kelezatannya terasa oke jikalau kue khas Makassar ini di panggang di atas kayu bakar.
Sesungguhnya penjual Buroncong ini berkeliling, dengan gerobaknya itu. Tetapi banyak juga penjual Buroncong yang memilih ngetem di tempat-tempat ramai didatangi orang. Seperti di depan warung makan dan warung kopi. Di dekat toko-toko yang disesaki orang belanja. Atau di sudut-sudut jalan atau lapangan yang jadi pusat kunjungan warga di Kota Makassar.
Seingat saya Buroncong yang enak di Makassar itu berada di depan Warkop Tongsang di Jalan Pasar Ikan, Makassar. Tapi di
situ adanya pada pagi hari, dan biasanya sudah habis sebelum pukul 10.00 WITA.
Ada juga penjual Buroncong yang pernah saya temukan di sekitar Toko Agung di Jalan Dr Ratulangi depan Mal Ratu Indah, Makassar. Enak sekali Buroncong yang di jual di tempat ini.
Nah, agar tidak penasaran, saya nukilkan cara bikin Buroncong sekalian bahan-bahannya dari makassarkuliner.com.