Lihat ke Halaman Asli

Hadirnya Posko Rumah Pengaduan Kebohongan Pemerintah di Solo

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: gresnews

[caption id="" align="alignleft" width="280" caption="sumber: gresnews"][/caption]

Tidak  menyangka,hanya dari sekedar SMS antar teman, akhirnya menjadi pembicaraan serius.

Awal mula, dari melihat di TV, saat beberapa tokoh agama di jakarta mendeklarasikan rumah pengaduan anti Kebohongan. Paginya, berita di TV langsung heboh. Dua stasiun TV mengulasi keberadaan rumah pengaduan kebohongan ini, yang inisiatifnya dari para tokoh agama dan LSM. Tidak puas dengan berita di TV, akhirnya mencari informasi di Koran-koran. Tak disangka, begitu hebohnya. Semua koran nasional, hingga lokal tidak satupun yang luput memberitakan peristiwa ini. Apalagi kritikan  para tokoh agama, membikin  SBY panas telinga, karena dibilang bohong. Kembali lagi soal SMS. Komunikasi via SMS adalah hal yang lumrah, dengan merebaknya HP berbagai merk, bahkan sangat terjangkau harganya. Hal itu yang dilakukan seorang teman. Ia mengajak untuk merespon gerakan kawan-kawan di Jakarta. "Ini momentum" katanya, dalam tulisan SMS tersebut. Akupun berpikir, ya bisa jadi ini momentum. untuk membangun kembali sebuah gerakan bersama, yang selama ini terpisah-pisah. Tidak lama kemudian, aku SMS kepada teman yang lain, dan responya langsung menyatakan setuju. Akhirnya berangkat dari komunikasi SMS, kita bersepakat untuk melakukan Kopdar (copy darat maksudnya). Dalam pertemuan awal, tidak terasa serius pembicaraan diantara kita, meski yang dibicarakan hal-hal yang serius. Begitu ringan, tiap pendapat yang keluar dari beberapa teman. Terkadang dalam pembicaraan tersebut diselingi joke-joke, sehingga suasana menjadi sedemikian meriah. Dalam diskusi terbatas tersebut, akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk memperluas teman-teman yang diajak. Semakin menarik adalah, kehadiran teman-teman mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan ini. Tentunya ini semakin menambah energi yang luar biasa. Apalagi semangatnya yang masih menggelora. Bagi yang senior-senior (untuk tidak mau dibilang tua usianya), juga bersepakat, bahwa gerakan ini harus menempatkan yang muda berada di depan. Bukan maksud takut. Sebab, zaman ini adalah milik mereka (yang muda-muda), untuk  mewujudkan sebuah perubahan yang lebih baik. Adanya saling pengertian tersebut, tentunya menambah semangat untuk bekerjasama dalam mewujudkan posko rumah pengaduan kebohongan pemerintah. Rumah Pengaduan, sebagai rumah aspirasi rakyat untuk mengeluhkan atas kebijakan Rezim SBY. Rumah pengaduan, juga sebagai rumah bersama, rumah perubahan. Bersama-sama kita belajar, bersama-sama kita bekerja. ****************** Kami lampirkan juga berita dari harian lokal:

Dari Rumah Kecil di Solo, Kebohongan Pemerintah Ditampung

Sabtu, 12/02/2011 09:00 WIB Rumah sederhana itu tampak sunyi berdiri di Jalan Prof. Dr Suharso, Gang Duku II Nomor 4 Jajar, Solo. Rumah itu mendadak penting keberadaannya, karena bakal menampung aduan warga Solo, jika merasa dibohongi pemerintah. Adalah LSM SARI, yang merintis rumah aduan kebohongan publik untuk warga Solo itu. Rumah itu, saban harinya, akan membuka pintu jika ada yang mengadukan kebohongan yang dilakukan pemerintah. Tidak hanya pemerintah pusat, tapi Pemerintah Kota Solo, juga akan terus disorot dari rumah itu. Rumah aduan kebohongan publik itu, dideklarasikan tokoh-tokoh yang pernah membuat kesal Presiden SBY, lantaran disebut melakukan kebohongan publik beberapa waktu lalu. Ada Syafi’i Maarif, Romo Benny Susetyo, Yudhy Latief, Ray Rangkuti, Sukardi Rinakit dan Effendi Gazali, yang hadir mendukung deklarasi rumah itu, Jumat (11/2). Bertempat di Gedung Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, Laweyan, Solo, rumah itu mereka deklarasikan. ”Bagai gagak hitam pemakan bangkai, tapi berbulu putih,” sebut Syafi’i Maarif, menyindir pemerintah yang mereka anggap melakukan kebohongan publik. Syafi’i menyerukan, kebohongan pemerintah harus dilawan. Tidak hanya di Jakarta, jika pemerintah di Solo ikut melakukan kebohongan publik, seruan serupa juga dia ungkapkan. Lantas bagaimana, jika ingin mengadukan kebohongan publik ke rumah itu? Setiap pelapor, yang datang, wajib menulis data di formulir yang disiapkan. Formulir itu terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama, berisi identitas pelapor, lapis kedua, berisi kasus yang dilaporkan, dan lapis ketiga berisi data-data pendukung laporan. Aduan yang masuk itu, kemudian dianalisis sejumlah aktivis, akademisi, pakar, dan tokoh-tokoh terkait sebelum ditindaklanjuti. ”Misalnya soal kemiskinan, korupsi atau pelanggaran HAM. Kasus ini yang pada akhirnya akan diserahkan dan dirilis para tokoh lintas agama,” kata Fajar, aktivis perintis rumah aduan kebohongan publik di Solo. Menurutnya, rumah itu sebagai simbol gerakan moral setelah fungsi legislasi dan fungsi advokasi dari pemerintahan tidak optimal. ”Kalo dengan gerakan ini tidak mempan maka rakyatlah bertindak. Entah tindakan apa, untuk ”menghakimi” pemerintah. Syafi’i Maarif mengatakan, aduan yang diterima bukan kepentingan pribadi, namun kepentingan umum, seperti data kemiskinan, pengangguran, penyelesaian kasus korupsi, dan lain-lain. ”Perorangan bisa datang sendiri, nanti akan dilayani. Setelah itu, aduan akan dilaporkan, bisa ke rumah aduan di Jakarta, bisa di Maarif Institute. Setelah itu, akan kami laporkan kepada pemerintah pusat untuk ditanggapi,” katanya. Sampai sekarang, sudah 65 pengaduan melalui Maarif Institute yang sudah diverifikasi. ”Kalau data aduan yang masuk ratusan. Sekarang proses tabulasi masih berjalan, dan penampungan aduan ini tidak akan berhenti,” ujarnya. Syafi’i menyebutkan, kasus illegal logging yang terjadi di Maluku sudah mereka tampung, termasuk kasus BLBI yang melibatkan anggota kabinet saat ini, juga dalam proses analisis. Untuk di Solo, sudah ada pengungkapan, dari kampus UMS yang membongkar perubahan sistem akuntansi di Indonesia. Data itu, mereka khawatirkan berdampak pada sistem utang. ”Jika diterapkan pada sistem yang baru, maka pemerintah yang sekarang akan membayar utang pada pemerintahan yang baru pada tahun 2014,” ujarnya. Pakar komunikasi, Effendi Gazali, mengatakan, berbohong di etika komunikasi sebenarnya tidak boleh terjadi. ”Kalau tidak ada time frame, Anda juga bisa bilang, saya cuma melanjutkan piring kotor yang harus saya cuci dari pemimpin sebelumnya,” katanya. Time frame, katanya, adalah jangka waktu khusus  sebuah tanggung jawab yang ditempatkan bagi seorang objek dengan berusaha menyingkirkan masa lalu yang berkaitan dengannya.   Menurut Effendi pemerintah menutup mata terhadap berbagai ketidakadilan kemanusiaan di Indonesia. ”Pernah dengar tidak, ada orang-orang menderita kemiskinan, yang mencuri singkong saja lalu dibakar massa. Tapi pemerintahan tidak pernah melihat ini,” sindir Effendi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline